Bapanas Dorong Percepatan Swasembada Gula dengan Optimalisasi Produktivitas Tebu

: Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam Seminar Nasional Strategi Peningkatan Ketersediaan Pasokan, Stabilisasi Harga, dan Pencapaian Swasembada Gula Tebu di Indonesia yang diselenggarakan secara hybrid di kantor Bapanas, Jakarta pada Rabu (24/7/2024)/Foto : Humas Bapanas


Oleh Farizzy Adhy Rachman, Kamis, 25 Juli 2024 | 12:48 WIB - Redaktur: Untung S - 243


Jakarta, InfoPublik – Badan Pangan Nasional (Bapanas) terus mendorong upaya percepatan swasembada gula dengan meningkatkan produktivitas penanaman tebu, untuk mengembalikan kejayaan gula nusantara.

Hal itu dikemukakan Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam Seminar Nasional Strategi Peningkatan Ketersediaan Pasokan, Stabilisasi Harga, dan Pencapaian Swasembada Gula Tebu di Indonesia yang diselenggarakan secara hybrid di kantor Bapanas, Jakarta, pada Rabu (24/7/2024).

Dalam sambutannya, Arief menuturkan bahwa salah satu strategi percepatan swasembada gula adalah dengan meningkatkan produktivitas tanaman tebu dan rendemen gula. Selain ekstensifikasi 700.000 hektare (ha) sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2023, dilakukan pula upaya intensifikasi, antara lain melalui bongkar ratoon, penyediaan benih unggul, penyediaan pupuk dan alsintan, serta revitalisasi pabrik-pabrik gula.

“Selama rendemen kita masih di bawah 8 persen, memang tidak efisien. Jadi nanti ke depan kita mau minta tolong sama ahlinya, yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), untuk mencari benih/bibit varietas yang baik disesuaikan dengan wilayahnya. Harus muncul varietas-varietas baru sehingga tebu yang dihasilkan sesuai dengan yang kita cita-citakan bersama,” tutur Arief dalam keterangan pers yang diterima InfoPublik pada Kamis (25/7/2024).

Arief menambahkan bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan Bapanas dalam meningkatkan swasembada gula adalah harga di lapangan. “Teknis di lapangan seperti pupuk dan bongkar ratoon menjadi penting. Jadi urut-urutannya adalah harga di tingkat petani, bibit/benih, pupuk, lahan yang akan diamankan, perbaikan pabrik-pabrik gula, dan stok untuk Cadangan Pangan Pemerintah (CPP),” tambah Arief.

Intensifikasi melalui kegiatan bongkar ratoon dan penggunaan bibit unggul akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman tebu sehingga bisa mencapai target 93 ton/hektare (ha). Hal ini harus diikuti dengan penyediaan pupuk, pengairan yang baik, dan alsintan yang memadai untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas.

Untuk mewujudkan hal itu, Bapanas akan terus membangun sinergi dan kolaborasi dengan BRIN untuk menyiapkan varietas tebu unggul yang sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

Sementara itu, pembangunan closed-loop industri gula nasional terus dilakukan bersama BUMN Pangan dan asosiasi pelaku usaha guna mewujudkan ekosistem pangan nasional yang kuat dan berkelanjutan.

Di kesempatan yang sama, Direktur Utama (Dirut) PT Sinergi Gula Nusantara (SGN)/Sugar Co, Mahmudi, mengungkapkan bahwa pihaknya bersama Kementerian Koordinator Perekonomian tengah melakukan pengkajian model pembiayaan untuk membantu petani tebu mendapatkan modal yang terjangkau.

Model pembiayaan khusus itu diharapkan akan mempermudah petani untuk mendapatkan modal dengan bunga rendah, yang akan diikuti dengan penyiapan 200 personil pendamping petani agar kegiatan di sektor pangan bisa berjalan efektif dan efisien.

“Selain penerapan model pembiayaan khusus, kami juga menyiapkan hingga 200 personil SGN untuk turun ke lapangan membantu dan mendampingi petani, sehingga bisa lebih efektif dan efisien,” ungkap Mahmudi.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI), Soemitro Samadikoen, yang hadir secara luring menjelaskan bahwa rendemen yang tinggi akan dapat menekan biaya produksi dan menurunkan harga di konsumen. Menurutnya, dengan rendemen mencapai 10 persen, petani bisa menghasilkan 5 juta ton per tahun yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi dalam negeri sebanyak 3 juta ton per tahun.

“Dari simulasi yang kami buat, tidak harus sampai 12 persen, dengan rendemen 10 persen saja bisa memenuhi kebutuhan gula nasional dan menekan harga pokok produksi. Ini adalah salah satu upaya konkret untuk meningkatkan kesejahteraan petani gula rakyat,” jelas Soemitro.

Arief berpesan agar petani tetap semangat dan terus menanam, sementara pemerintah memastikan harga yang baik bagi petani, pelaku usaha, dan masyarakat. Arief juga mendorong para pelaku usaha untuk membeli gula petani dengan harga yang wajar.

“Harga gula konsumsi di tingkat produsen saya himbau sekali lagi, minimal Rp14.500/kilogram (kg) supaya petaninya senang dan bisa tetap menanam. Kemudian harga di hilirnya Rp17.500/kg, di wilayah 3T sekitar Rp18.500/kg, dan ini kita jaga bersama-sama,” tutup Arief.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 4 September 2024 | 14:15 WIB
BRIN Imbau Pentingnya Perlindungan Kekayaan Intelektual untuk Cegah Biopiracy
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Rabu, 4 September 2024 | 05:51 WIB
Indonesia Perkuat Ketahanan Pangan Global melalui Kolaborasi di IAF 2024
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 3 September 2024 | 15:14 WIB
BRIN Tegaskan Komitmen Cegah Wabah Mpox di Indonesia melalui Riset Terintegrasi
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 2 September 2024 | 21:41 WIB
Presiden Jokowi Dorong Produksi Vaksin Lokal di Ghana melalui Kerja Sama dengan Bio Farma
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 2 September 2024 | 16:01 WIB
BRIN Perkenalkan Sistem TRIGRS untuk Mitigasi Risiko Tanah Longsor di Jawa Barat
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 2 September 2024 | 15:58 WIB
BRIN Paparkan Strategi Adaptasi dan Mitigasi Hadapi Megathrust di Indonesia
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 2 September 2024 | 14:53 WIB
BRIN Raih Penghargaan Tertinggi Eka Acalapati di JDIHN Awards 2023