BRIN Paparkan Strategi Adaptasi dan Mitigasi Hadapi Megathrust di Indonesia

: Penjelasn terkait mitigasi dan adaptasi dalam menghadapi megathrust di Indonesia/ foto: Humas BRIN


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Senin, 2 September 2024 | 15:58 WIB - Redaktur: Untung S - 328


Jakarta, InfoPublik – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pentingnya adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi potensi gempa megathrust di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan oleh Nuraini Rahma Hanifa, Peneliti Ahli Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, saat menjadi narasumber dalam acara BRIN Insight Every Friday (BRIEF) edisi ke-128 yang bertema "Mengenal Megathrust dan Mitigasinya", pada Jumat (30/8/2024).

Dikutip dari keterangan tertulis di situs resmi BRIN, www.brin.go.id, Senin (2/9/2024), gempa megathrust bukanlah fenomena baru di Indonesia. Berdasarkan data dari BMKG, berbagai wilayah di Indonesia, terutama sepanjang Sumatra, beberapa di Jawa, dan wilayah Indonesia Timur, telah mengalami gempa megathrust dan tsunami.

“Gempa megathrust adalah kenyataan yang harus dihadapi sebagai bagian dari fenomena alam. Namun, dengan riset yang telah banyak dilakukan, kita dapat berkontribusi dalam upaya pengurangan risiko melalui adaptasi dan mitigasi,” ujar Rahma.

Rahma menjelaskan bahwa megathrust secara harfiah berarti patahan naik yang sangat besar. Indonesia, yang terletak di atas ring of fire, memiliki banyak wilayah yang rentan terhadap gempa megathrust. Megathrust pertama kali menjadi perhatian utama pada 2011, dan sejak itu, banyak riset telah dilakukan untuk mendukung mitigasi bencana.

Berdasarkan peta gempa 2017 yang sedang diperbarui dan diproyeksikan selesai pada akhir 2024, lokasi megathrust di Indonesia umumnya terletak di sisi barat Sumatra hingga selatan Jawa. Di sisi selatan Jawa, megathrust terbentang sepanjang 1.000 kilometer (km) dengan bidang kontak selebar 200 km, mencapai kedalaman sekitar 60 km, dan terus mengakumulasi energi yang siap dilepas kapan saja.

“Dalam menghadapi bencana megathrust, penting untuk memahami bahwa ada faktor yang bisa dan tidak bisa dikontrol, seperti pergerakan bumi dan pertumbuhan penduduk. Risiko bencana adalah fungsi dari bahaya dan kerentanan, yang dibagi dengan kapasitas atau kemampuan beradaptasi,” tambah Rahma.

Ia juga menjelaskan bahwa ancaman dari megathrust terbagi menjadi ancaman primer seperti goncangan gempa permukaan dan surface rupture, serta ancaman sekunder seperti tsunami, longsor, likuifaksi, dan kebakaran.

Rahma menekankan pentingnya pemahaman yang baik tentang megathrust untuk meningkatkan kapasitas adaptasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam di masa mendatang.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 11 September 2024 | 21:08 WIB
BRIN Rekomendasikan Teknologi AI untuk Atasi Kebocoran Sampah Plastik ke Laut
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 10 September 2024 | 18:18 WIB
BRIN Dorong Inovasi Penanganan Sampah Plastik di Laut untuk Jaga Ekosistem Laut Indonesia
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 10 September 2024 | 18:13 WIB
BRIN Ciptakan Purwarupa Sistem Jaringan Detektor Bawah Air
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Selasa, 10 September 2024 | 15:54 WIB
Mengenal Karst Sagea, Destinasi Riset Keanekaragaman Hayati di Halmahera Tengah
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 9 September 2024 | 13:12 WIB
Poltek Nuklir Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dengan Sertifikasi dan Program MBKM