- Oleh MC PROV SUMATERA BARAT
- Jumat, 10 Januari 2025 | 17:27 WIB
:
Oleh MC KOTA PADANG, Senin, 9 Desember 2024 | 09:49 WIB - Redaktur: Tri Antoro - 169
Padang, InfoPublik – Nurani Perempuan Women’s Crisis Center (NPWCC) mendorong penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 Tahun 2022 sebagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Sumatra Barat (Sumbar).
UU ini mengatur koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta keterlibatan masyarakat untuk menciptakan lingkungan bebas kekerasan seksual.
Direktur NPWCC, Rahmi Meri Yanti, mengungkapkan bahwa sejak 2015 hingga November 2024, lembaga tersebut menerima laporan sebanyak 547 kasus kekerasan seksual. Bentuknya bervariasi, mulai dari perkosaan, pelecehan seksual, sodomi, eksploitasi seksual, hingga kekerasan berbasis elektronik.
"Mayoritas pelaku adalah orang yang dikenali korban, seperti keluarga, teman, atau tetangga. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja, bahkan di lingkungan yang dianggap aman seperti rumah," ujar Rahmi, Minggu (8/12/2024).
Rahmi menambahkan, meski Sumatra Barat dikenal dengan filosofi ABS-SBK (Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah) dan sistem matrilineal yang mengutamakan peran perempuan, kenyataannya perempuan di Sumatra Barat kini menghadapi situasi krisis.
"Perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, bahkan terjebak dalam prostitusi. Parahnya, anak laki-laki juga mengalami kekerasan seksual seperti sodomi," ungkapnya.
Menurut Rahmi, penanganan kasus kekerasan seksual di Sumatra Barat belum optimal, meskipun UU TPKS telah disahkan sejak April 2022. Hingga kini, belum ada kasus yang diproses menggunakan UU tersebut.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah minimnya sosialisasi UU TPKS di kalangan aparat penegak hukum. Selain itu, ketiadaan peraturan turunan secara lengkap membuat aparat lebih memilih menggunakan UU Perlindungan Anak atau UU ITE dalam menangani kasus kekerasan seksual.
"Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum sangat penting agar UU TPKS dapat diterapkan secara optimal. Tiga peraturan turunan yang telah disahkan, seperti Perpres Nomor 9 Tahun 2024, menjadi harapan besar untuk mendukung pelaksanaan UU ini," jelas Rahmi.
Perpres tersebut mengatur pendidikan dan pelatihan terpadu bagi aparat penegak hukum serta tenaga layanan pemerintah dan lembaga berbasis masyarakat. Harapannya, kapasitas mereka dapat ditingkatkan sehingga penanganan korban lebih komprehensif.
Nurani Perempuan berharap UU TPKS dapat benar-benar melindungi korban, memberikan keadilan, serta mencegah impunitas bagi pelaku kekerasan seksual. Mereka juga menekankan pentingnya sosialisasi masif kepada masyarakat, agar publik memahami hak-haknya dan tahu ke mana harus melapor jika terjadi kekerasan.
"Kita butuh sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga layanan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual," tutup Rahmi.
Dengan dukungan regulasi yang kuat dan implementasi yang optimal, Nurani Perempuan optimistis kekerasan seksual di Sumatra Barat dapat ditekan, dan korban bisa mendapatkan pemulihan yang layak.
(MC Padang/April)