- Oleh Untung Sutomo
- Kamis, 14 November 2024 | 12:59 WIB
: Sejumlah siswa meminum jus buah yang diberikan Bapanas dalam Sosialisasi Pola Pangan B2SA di Komplek Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta pada Jumat (26/7/2024)/Foto : Humas Bapanas
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Sabtu, 27 Juli 2024 | 18:12 WIB - Redaktur: Untung S - 319
Jakarta, InfoPublik - Sebanyak 600 pelajar SD hingga SMA dari 13 sekolah di Jakarta antusias menerima sosialisasi Pola Makan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA) berupa jus buah di komplek Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta pada Jumat (26/7/2024).
Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rinna Syawal, menyampaikan bahwa kegiatan ini dilakukan dengan menggandeng beberapa Kementerian/Lembaga dan stakeholder pangan sebagai upaya memutuskan mata rantai stunting.
“Bekerja sama dengan berbagai Kementerian/Lembaga seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), KKP, serta berbagai stakeholder pangan lainnya, Bapanas melalui Direktorat Penganekaragaman Konsumsi Pangan turut mendukung upaya percepatan penurunan stunting melalui sosialisasi dan edukasi pola konsumsi pangan B2SA,” kata Rinna Syawal dalam keterangan pers yang diterima InfoPublik pada Sabtu (27/7/2024).
Stunting masih menjadi salah satu isu prioritas pemerintah, termasuk Bapanas sebagai lembaga yang menangani masalah pangan. Melalui pendekatan yang interaktif, para pelajar diajak untuk menanamkan dan menerapkan kebiasaan pola makan yang baik dan benar sejak dini.
“Sudah saatnya pola pikir dan kebiasaan makan kita diubah. Bukan hanya yang penting kenyang, tapi juga harus bergizi seimbang. Diharapkan dengan adanya pemberian pemahaman yang tepat sejak dini seperti ini bisa memutus mata rantai risiko stunting pada generasi penerus, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang sehat, aktif, dan produktif,” ujar Rinna.
Rinna menjelaskan bahwa masa remaja merupakan jendela kesempatan kedua setelah masa anak-anak untuk membentuk kebiasaan masa depan. Masa remaja adalah periode ketika pertumbuhan dan perkembangan kognitif berada di fase optimal.
“Masalah gizi remaja memiliki implikasi serius bagi kesejahteraan generasi mendatang. Utamanya pada remaja putri, ketika gizi mereka kurang maka prevalensi anemia nya jauh lebih tinggi. Data menunjukkan 25 persen dari mereka mengalami anemia. Ini erat kaitannya dengan kehamilan dan kelangsungan hidup ibu-anak. Kita tidak ingin ada lagi bayi terlahir stunting dan tumbuh jadi remaja mungil, karena ibunya kekurangan zat besi dan zat gizi mikro penting,” tegas Rinna.
Rinna juga mendorong pengoptimalan keragaman konsumsi pangan. Dia mengungkapkan bahwa hanya 1/4 dari total remaja Indonesia yang mengkonsumsi sayuran dan makanan sumber hewani yang cukup.
Rinna mengajak untuk mengurangi makanan cepat saji dan snack tinggi kalori serta lemak, menggantinya dengan B2SA dimana dalam satu piring makanan terdiri dari 1/3 makanan pokok, 1/3 sayuran, 1/6 lauk pauk, dan 1/6 buah-buahan.
“Makanan sehat itu tidak harus mahal. Banyak sumber pangan di sekitar kita yang bisa dikreasikan menjadi makanan bergizi dan tidak kalah lezat daripada makanan-makanan yang booming sekarang ini. Kita hanya perlu kreatif untuk membuat sedemikian rupa sehingga anak-anak tertarik untuk mengkonsumsi,” pungkas Rinna.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, dalam kesempatan terpisah menegaskan bahwa pihaknya terus menggaungkan kampanye B2SA sebagai salah satu strategi jangka panjang dan berkelanjutan dalam upaya memperkuat ketahanan pangan.
"Pola konsumsi yang tidak B2SA memiliki dampak kurang baik, tidak hanya di sektor pangan, tapi juga pada aspek pembangunan sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif. Ini tentunya akan memengaruhi kualitas generasi di masa depan," kata Arief.