- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Selasa, 12 November 2024 | 17:19 WIB
: Menteri Agama Nasaruddin Umar meluncurkan program baru bertajuk Majelis Masyayikh
Jakarta, InfoPublik – Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI), Nasaruddin Umar, meluncurkan program baru bertajuk Majelis Masyayikh "Siap Melayani", yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, Menag menegaskan dukungannya terhadap upaya Majelis Masyayikh dalam menjaga keunikan dan kekhasan sistem pendidikan pesantren yang berbasis pada ilmu ketuhanan.
Sebagai seorang yang tumbuh besar di lingkungan pesantren, Menag menyatakan bahwa salah satu aspek penting yang perlu diperkuat adalah sistem pendidikan pesantren yang berlandaskan pada ilmu ketuhanan. Ia mengingatkan Majelis Masyayikh agar dalam melakukan kendali mutu pesantren, tidak berpatokan pada sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah umum atau lembaga sekuler.
“Dalam mengukur Pondok Pesantren, kita jangan larut dengan ukuran-ukuran yang dibuat oleh lembaga-lembaga sekuler, yang dibuat untuk kepentingan pragmatis. Ukurlah pondok pesantren dengan ukurannya sendiri,” kata Menag dalam siaran resminya pada Rabu (13/11/2024).
Menag lebih lanjut menjelaskan bahwa metodologi yang digunakan di pesantren sangat berbeda dengan perguruan tinggi atau sekolah umum. Ia menyebutkan bahwa pendekatan yang diterapkan di pesantren lebih bersifat agama, sementara di sekolah formal pengukuran kualitas mutunya didasarkan pada ukuran-ukuran formalitas.
“Saya memberikan satu contoh konkret, di pondok pesantren, kita tidak hanya diajarkan bagaimana memahami Al-Qur’an sebagai Kitab Allah, tetapi juga diajarkan bagaimana memahami Al-Qur’an sebagai Kalamullah, tentu itu berbeda,” jelasnya.
Menag berharap agar pesantren kembali menghidupkan spiritualitas yang telah lama menjadi ciri khas pendidikan pesantren, dan tidak terkontaminasi dengan pendidikan formal yang mengandalkan rasionalitas semata. “Pesantren ini harus menjadi tuan rumah di Republik ini. Jika kita ingat kata Cak Nur, jika tidak ada pemerintah kolonial, Indonesia yang terkenal pasti Universitas Lirboyo, dan lain-lain, bukan UI atau ITB. Hanya sejarah yang membalikkan itu,” ujar Menag.
Menag mengingatkan bahwa sistem pendidikan yang mengandalkan metodologi formal dapat menyebabkan pendangkalan spiritual di kalangan santri. Oleh karena itu, ia berharap Majelis Masyayikh yang terpilih dapat melanjutkan visi dan misi pesantren untuk mengembalikan kejayaan spiritualitas dalam pendidikan agama.
“Ilmu rasional yang dipelajari di sekolah formal hanyalah sebagian kecil dari ilmu yang diberikan oleh Tuhan. Sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ilmu dari guru, sementara pesantren adalah tempat untuk mempelajari ilmu dari Allah, di mana guru atau mursyid hanya sebagai perantara ilmu Allah,” lanjut Menag.
Menag mengajak para pengelola pesantren untuk kembali menata kurikulum pendidikan di pesantren. “Jangan sampai nanti kita terkontaminasi oleh tolak ukur pendidikan formal sehingga kita hanya mempelajari Al-Qur’an sebagai Kitabullah, bukan sebagai Kalamullah,” harapnya.
Dengan peluncuran program Majelis Masyayikh "Siap Melayani", Menag berharap pendidikan pesantren akan terus berkembang sesuai dengan karakteristiknya yang unik dan berbasis pada nilai-nilai spiritual yang lebih mendalam, demi membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam spiritualitas.