KPI Perkuat Regulasi Penyiaran

: Focus Group Discussion dengan tema “Menyusur Arah Penyiaran Indonesia” yang diselenggarakan melalui virtual zoom oleh Forum Merdeka Barat (FMB9) Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Jumat (28/6/2024)/ foto: YT FMB9


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Jumat, 28 Juni 2024 | 20:46 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 346


Jakarta, InfoPublik – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tengah berupaya memperkuat regulasi penyiaran agar terus memberikan pelayanan yang maksimal kepada media khususnya pada era digital. KPI pun turut memperkuat pengawasannya.

Hal tersebut merupakan pembahasan utama dalam acara Focus Group Discussion dengan tema “Menyusur Arah Penyiaran Indonesia” yang diselenggarakan melalui virtual zoom oleh Forum Merdeka Barat (FMB9) Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Jumat (28/6/2024).

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Mohamad Reza mengatakan, bahwa regulasi yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, perlu adanya revisi terkait regulasi tersebut.

Revisi UU Penyiaran sangat dibutuhkan sebagai penguatan dan kebutuhan aturan penyiaran pada era saat ini yang masif akan perkembangan teknologi yang semakin maju.

“Yang paling baru soal rancangan undang undang (RUU) penyiaran, perlu kami tegaskan hinggsa saat ini KPI pusat belum menerima draft RUU Penyiaran yang baru.  Kembali menegaskan bahwa draft RUU Penyiaran itu belum ada,” ujar Reza.

Belum adanya draft RUU Penyiaran itu membuat beberapa hal terkait regulasi penyiaran yang menjadi kurang maksimal, sehingga Ia mengusulkan untuk melakukan diskusi dan pembahasan bersama dengan pihak-pihak yang terkait untuk membahas draft RUU penyiaran supaya dapat diterapkan peraturan yang relevan dengan era sekarang.

Reza menyampaikan, bahwa KPI hanya memiliki wewenang terkait pengawasan terhadap konten yang telah diproduksi melalui media televisi dan radio, dan tidak memiliki wewenang untuk pengawasan terhadap media baru. Ia mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia memiliki  3192 lembaga penyiaran, terdiri dari 1975 radio dan 1217 televisi.

Pada era digital saat ini, pemanfaatan teknologi juga tengah dikaji oleh KPI seperti artificial intelligence yang digunakan untuk melakukan deteksi pada teks dan atau suara. Namun, hal demikian ia sampaikan masih sangat terbatas, karena perlu pemahanan dan kajian secara komprehensif untuk bisa secara maksimal memanfaatkan kemajuan teknologi untuk peningkatan kualitas penyiaran di Indonesia.

Pada pandangan akademisi, Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Wisnu Martha Adiputra turut memberikan paparanya terkait regulasi penyiaran tersebut. Ia menilai yang sama seperti apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPI, bahwa UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 perlu adanya pembaharuan atau revisi supaya regulasi yang dibuat bisa relevan dengan perkembangan teknologi saat ini.

“Teman-teman media bisa melihat hasil-hasil riset kami di website pemantau regulasi dan regulator media Yogayakarta. Bagaimana kami mendorong revisi undang undang penyiaran  sudah sangat lama dari 2012, sudah membuat draft yang versi publik sebenarnya waktu itu. Teman teman bisa melihat pada hasil riset yang telah kami,” Ujar Wisnu.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengelolaan Media Kementerian Komunikasi dan Informatika, Nursodik Gunarjo menyampaikan bahwa lembaga penyiaran memliki peran yang sangat strategis dalam Pembangunan demokrasi suatau bangsa yang perlu untuk ditingkatkan dari sisi regulasi dan tugas serta wewenangnya supaya lebih optimal.

“Penyiaran ini juga merupakan kekuatan penyangga demokrasi yang tentu harus didukung dan juga diberi ruang untuk kepentingan Masyarakat. Nah, kebutuhan akan informasi dengan menggunakan teknologi informasi, saya kira harus dijaga dengan baik,” ujar Nursodik Gunarjo.

Ia mengatakan, terdapat lima prinsip terkait penyiara, pertama, penyiaran merupakan perwujudan  bahwa negara menjamin hak setiap warga negara menyuarakan kebebasan berpendapat melalui media informasi. Kedua, industri siaran yang menggunakan spektrum frekuensi radio atau gelombang elektromagnetik yang pada dasarnya  hal itu merupakan milik public yang harus dapat digunakan untuk kemakmuran rakyat secara optimal.

“Prinsip ketiga yakni system penyiaran di Indonesia ini harus juga menjamin terciptanya tantangan informasi yang adil dan merata, serta juga bisa menjadi penyeimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keempat, Lembaga penyiaran ini memiliki peran yang harus dijalankan, tentu saja dengan kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsi sebagai media informasi , pendidikan, hiburan, tetapi juga control sosial,” ujarnya.

Kemudian, prinsip penyiaran yang terakhir yakni penyelenggara siaran wajib untuk bertanggungjawab dalam menjaga nilai-nilai moral, hak asusila, budaya, kepribadian, dan menjaga kesatuan persatuan bangsa Indonesia, sesuai sila-sila yang di Pancasila, sehingga implikasi dari tayangan siaran memiliki manfaat yang baik kepada masyarakat.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Kamis, 14 Maret 2024 | 05:54 WIB
Penyerapan Anggaran Kemendes PDTT Capai 98,13 Persen pada 2023
  • Oleh Wandi
  • Selasa, 5 Maret 2024 | 20:38 WIB
GKSB BKSAP DPR RI Terima Kunjungan Kehormatan Dubes Kanada
  • Oleh Wandi
  • Sabtu, 24 Februari 2024 | 13:01 WIB
BKSAP Sepakati Penguatan Kerja Sama dengan Azerbaijan
  • Oleh MC Kota Payakumbuh
  • Kamis, 8 Februari 2024 | 05:08 WIB
KPID Sumbar Dorong Pemko Payakumbuh Bentuk Lembaga Penyiaran Publik Lokal
  • Oleh MC KAB LUWU UTARA
  • Senin, 5 Februari 2024 | 12:25 WIB
Dulu Rata dengan Tanah, Kini SD N 100 Indokoro Berdiri Megah