- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Senin, 16 Desember 2024 | 16:12 WIB
: Anggota KY dan Juru Bicara dalam siaran pers
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Senin, 2 September 2024 | 09:02 WIB - Redaktur: Untung S - 429
Jakarta, InfoPublik – Komisi III DPR RI memutuskan menolak seluruh calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) yang diusulkan oleh Komisi Yudisial (KY). Dua calon hakim agung kamar Tata Usaha Negara (TUN) khusus Pajak dinyatakan tidak memenuhi syarat karena kurangnya pengalaman menjadi hakim selama minimal 20 tahun.
Komisi Yudisial (KY) menegaskan bahwa proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. "KY merespons pernyataan Komisi III DPR RI terkait penolakan 9 calon hakim agung dan 3 calon hakim ad hoc HAM di MA yang telah diusulkan KY untuk menjadi perhatian publik," ungkap Anggota Komisi Yudisial (KY) sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Senin (2/9/2024).
Mukti Fajar menjelaskan bahwa KY belum menerima surat resmi dari Komisi III DPR RI terkait penolakan tersebut, sehingga KY belum mengetahui secara pasti alasan di balik penolakan semua calon tersebut. "Dua calon hakim agung kamar TUN khusus pajak yang tidak memenuhi syarat merupakan keputusan pleno untuk melakukan kelonggaran persyaratan administrasi atau diskresi berdasarkan Pasal 22 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," jelas Mukti Fajar.
Menurut Mukti Fajar, secara normatif, hakim pajak merupakan jalur hakim karir yang berdasarkan UU No.3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, harus memiliki pengalaman minimal 20 tahun sebagai hakim. Namun, karena pengadilan pajak baru dibentuk pada tahun 2002 berdasarkan UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, tidak ada hakim pajak yang memiliki pengalaman selama 20 tahun. "Data KY menunjukkan bahwa hakim paling senior di Pengadilan Pajak hanya memiliki pengalaman 15 tahun sebagai hakim," tambahnya.
Mukti Fajar juga menekankan bahwa kebutuhan MA akan hakim agung TUN khusus pajak sangat mendesak, dengan jumlah perkara yang menumpuk lebih dari 7.000 kasus. Saat ini, MA hanya memiliki satu orang hakim agung TUN khusus pajak, sementara pendaftar calon hakim agung kamar TUN khusus pajak sangat terbatas, sehingga diskresi ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan MA.
Selain itu, Mukti Fajar menyebutkan bahwa sudah ada preseden sebelumnya dalam seleksi calon hakim agung, di mana 4 hakim agung militer yang diangkat juga belum memenuhi syarat 20 tahun pengalaman. "KY akan menunggu surat resmi tentang penolakan semua calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA dari DPR RI, khususnya Komisi III. Surat tersebut nantinya akan diplenokan untuk menentukan sikap kelembagaan KY," pungkas Mukti Fajar.