- Oleh Eko Budiono
- Selasa, 26 November 2024 | 06:00 WIB
: Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai (Foto: Dok KY)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Senin, 16 Desember 2024 | 16:12 WIB - Redaktur: Untung S - 47
Jakarta, InfoPublik — Peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menangani perkara terdakwa GRT oleh Kejaksaan Agung menimbulkan gelombang ketidakpercayaan publik terhadap integritas lembaga peradilan Indonesia. Kasus itu mengundang perhatian serius dari Komisi Yudisial (KY) yang langsung bergerak dengan memberikan rekomendasi sanksi berat bagi hakim yang terlibat.
Ketua Komisi Yudisial, Amzulian Rifai, menyampaikan bahwa pihaknya telah merekomendasikan pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada hakim yang terlibat dalam kasus tersebut dan mengusulkan agar mereka diajukan ke Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Menurutnya, kejadian ini menjadi salah satu bukti bahwa perbaikan sistem peradilan di Indonesia harus dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh.
"Perbaikan itu harus terintegrasi. Menurut saya, agar hal ini tidak terulang di dunia peradilan, kita harus melihatnya dari berbagai aspek. Hampir semua pihak yang berperkara ingin menang dan menghalalkan segala cara, sehingga masalah ini menjadi sangat kompleks. Kami di KY bukan penegak hukum, namun untuk menyelesaikannya, kami mendalami masalah ini dan bekerja sama dengan penegak hukum," jelas Amzulian Rifai dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/12/2024).
Amzulian menegaskan bahwa komitmen KY untuk melakukan pengawasan yang lebih terintegrasi sangat penting dalam menghadapi permasalahan yang terjadi. Ia mengungkapkan bahwa pengawasan tidak hanya dapat dilakukan oleh satu lembaga saja, melainkan memerlukan kolaborasi antara lembaga peradilan dan pihak eksternal untuk memastikan bahwa praktik buruk seperti makelar kasus tidak terjadi lagi di masa depan.
"Ini bukan hanya soal tiga hakim yang terjerat OTT, tetapi ini adalah upaya untuk memutus rantai praktik makelar kasus dalam sistem peradilan. Berita ini tidak boleh menghilang begitu saja. Publik menunggu apakah pelaku yang terlibat adalah pemain tunggal atau ada pihak lain yang terlibat. Kami akan terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk memastikan penyelesaian perkara ini," kata Amzulian dengan tegas.
Menurut Amzulian, pengawasan tidak hanya perlu dilakukan dari dalam lembaga peradilan melalui mekanisme internal, tetapi juga harus mendapatkan dukungan pengawasan eksternal yang kuat dari masyarakat dan lembaga negara lainnya. Ia menyatakan bahwa meskipun menghilangkan sepenuhnya praktik makelar kasus sangat sulit, Komisi Yudisial terus berupaya semaksimal mungkin melalui berbagai langkah, seperti pelatihan bagi hakim dan pencarian calon hakim agung yang berkualitas.
"Untuk menghilangkan sepenuhnya praktik makelar kasus memang sulit, namun kami di KY terus melaksanakan upaya-upaya terbaik, termasuk pelatihan bagi hakim, mencari calon hakim agung yang ideal, serta pengawasan dari luar. Kami harus mengakui bahwa sanksi berat yang dijatuhkan terhadap majelis hakim GRT ini muncul karena KY bekerja dan bergerak dengan cepat," ujarnya.
Amzulian juga menekankan pentingnya dukungan masyarakat dalam memperkuat sistem peradilan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi. Dalam konteks ini, pengawasan eksternal yang datang dari publik dan lembaga negara lainnya memiliki peran yang tidak kalah penting. Dengan bekerja sama, KY, Kejaksaan Agung, dan pihak terkait lainnya dapat memastikan bahwa penegakan hukum di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan prinsip keadilan.
"Kami membutuhkan partisipasi semua pihak untuk mewujudkan peradilan yang lebih bersih. Kasus ini harus menjadi titik tolak bagi kita semua untuk terus berupaya memperbaiki dan menyempurnakan sistem peradilan," tutup Amzulian Rifai.