- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Kamis, 19 Desember 2024 | 20:13 WIB
: Logo KPK (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 19 Desember 2024 | 18:35 WIB - Redaktur: Untung S - 95
Jakarta, InfoPublik – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2021–2022.
Pada Kamis (19/12/2024), KPK memanggil enam mantan anggota DPRD Jawa Timur untuk diperiksa sebagai saksi.
Menurut Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, pemeriksaan dilakukan di kantor BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur di Sidoarjo. “Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi. Pemeriksaan dilakukan atas nama EP, H, MA, MK, RS, dan R, yang semuanya merupakan anggota DPRD Jawa Timur periode 2019–2024,” ujar Tessa dalam keterangannya kepada InfoPublik.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Empat di antaranya diduga sebagai penerima suap, yang terdiri dari tiga penyelenggara negara dan satu staf penyelenggara negara. Sementara itu, 17 tersangka lainnya diduga sebagai pemberi suap, yang terdiri dari 15 pihak swasta dan dua penyelenggara negara.
KPK juga mengungkapkan bahwa kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Parlindungan Simanjuntak. Pada 26 September 2023, Sahat telah divonis 9 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara serta uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar.
Untuk mengumpulkan bukti tambahan, KPK telah menggeledah 10 lokasi, termasuk rumah dan bangunan di Surabaya, Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep. Penggeledahan dilakukan pada 30 September hingga 3 Oktober 2024.
KPK menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi, terutama yang melibatkan dana publik seperti dana hibah. “Kami akan terus mengusut tuntas kasus ini untuk memastikan keadilan dan mengembalikan kerugian negara,” tambah Tessa.
Kasus itu menjadi sorotan publik mengingat besarnya nilai kerugian negara serta keterlibatan sejumlah tokoh politik penting di Jawa Timur.