- Oleh Fatkhurrohim
- Senin, 23 Desember 2024 | 23:45 WIB
: Gedung Komisi Yudisial (Foto: Dok KY)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 24 Oktober 2024 | 12:50 WIB - Redaktur: Untung S - 315
Jakarta, InfoPublik – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, tertangkap tangan oleh Kejaksaan Agung dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap, Rabu (23/10/2024). Komisi Yudisial (KY) menyatakan dukungan penuh dan mengapresiasi langkah tegas Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum terhadap kasus yang melibatkan majelis hakim dalam perkara GRT.
"KY mendukung penuh langkah Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum atas dugaan suap ini. Peristiwa seperti ini jelas mencederai kehormatan dan keluhuran martabat seorang hakim," ujar Mukti Fajar Nur Dewata, Anggota KY sekaligus Juru Bicara KY, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik pada Kamis (24/10/2024).
Mukti Fajar menambahkan, KY sebelumnya telah memberikan rekomendasi sanksi berat kepada Mahkamah Agung (MA) terkait kasus ini, termasuk usulan pemberhentian tetap dengan hak pensiun bagi para hakim terlapor, serta pengajuan mereka ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Namun, Mukti menjelaskan bahwa proses sidang etik melalui MKH masih tertunda karena Mahkamah Agung belum menanggapi usulan tersebut. MA masih menunggu putusan kasasi terdakwa dalam kasus GRT sebelum melanjutkan proses etik.
"Majelis Kehormatan Hakim (MKH) adalah forum pembelaan diri bagi hakim yang dinyatakan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), dan diusulkan untuk dijatuhi sanksi berat, termasuk pemberhentian," jelas Mukti.
Lebih lanjut, Mukti Fajar menegaskan bahwa peristiwa OTT ini akan menjadi bahan tambahan yang memperkuat rekomendasi pemberhentian para hakim yang terlibat dalam dugaan suap tersebut. KY berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung guna mempercepat pengungkapan kasus dan memastikan penegakan hukum berjalan lancar.
"KY akan terus melakukan pendalaman bersama MA dan Kejaksaan Agung untuk mengungkap lebih jauh kasus suap di PN Surabaya ini," tutup Mukti Fajar.