- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Kamis, 14 November 2024 | 18:35 WIB
: Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Pertamina (Persero), Salyadi Dariah Saputra saat sesi panel di COP 29 yang diselenggarakan pada Kamis (14/11/2024)/ foto: Pertamina
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Jumat, 15 November 2024 | 20:07 WIB - Redaktur: Untung S - 139
Jakarta, InfoPublik – PT Pertamina (Persero) telah mengambil langkah strategis untuk mereduksi emisi gas metana, salah satu upaya utama dalam mendukung keberlanjutan dan menghadapi tantangan perubahan iklim. Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Pertamina, Salyadi Dariah Saputra, menjelaskan bahwa pengurangan gas metana merupakan salah satu fokus keberlanjutan perusahaan, yang sejalan dengan inisiatif global addressing climate change.
“Pertamina bertekad untuk menjadi perusahaan energi terkemuka yang dikenal atas kepeduliannya terhadap lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang kuat. Kami telah membuat langkah signifikan dalam pengelolaan emisi metana, yang mendukung tujuan keberlanjutan kami,” ujar Salyadi dalam siaran pers yang diterima pada Jumat (15/11/2024).
Upaya pengurangan emisi metana ini dicanangkan dalam acara sesi panel COP 29 pada Kamis (14/11/2024). Dalam forum tersebut, Pertamina menyampaikan komitmennya melalui pengesahan surat dukungan (endorsement letter) terhadap inisiatif Zero Routine Flaring (ZRF). Pertamina telah menetapkan target ambisius untuk mencapai zero routine flaring pada tahun 2030, serta mengurangi emisi metana sebesar 40 persen dari baseline 2021.
Salyadi menambahkan, “Kami menyadari pentingnya kolaborasi dalam pencapaian target ini, yang hanya dapat terwujud melalui kerja sama global.” Oleh karena itu, Pertamina telah menjalin kemitraan dengan berbagai organisasi internasional terkemuka, termasuk JOGMEC (Japan Oil, Gas, and Metals Corporation), anggota Dewan Perminyakan ASEAN, serta USAID dan penyedia teknologi seperti Honeywell. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan upaya pemantauan dan pengurangan emisi metana di seluruh lini operasi Pertamina.
Selain itu, Pertamina juga bekerja sama dengan perusahaan energi terkemuka seperti Petronas dan PTTEP dalam program Oil and Gas Methane Partnership 2.0 (OGMP2.0) serta Methane Leadership Program, yang memungkinkan pemantauan emisi secara lebih tepat dan presisi. Studi bersama di lapangan Donggi Matindok dan JOB Tomori, yang dilakukan bersama JOGMEC, fokus pada kuantifikasi, pelaporan, serta pengurangan flaring.
Heather Evans, Deputi Asisten Sekretaris Bidang Manufaktur di Departemen Perdagangan AS, menyatakan pentingnya kolaborasi lintas negara untuk mengatasi masalah emisi metana. Menurutnya, pengurangan emisi metana harus diterapkan sebagai praktik terbaik industri, bukan sekadar memenuhi persyaratan regulasi.
“Kami mendorong penerapan teknologi pengurangan emisi sebagai praktik terbaik industri. Perusahaan-perusahaan AS siap mendukung mitra internasional dalam perjalanan pengurangan metana mereka,” ujar Evans.
Yulia Suryanti, Direktur Mitigasi Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia, juga menekankan komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) yang ditingkatkan pada 2030. Indonesia telah menetapkan kebijakan harga karbon untuk mendukung target pengurangan emisi nasional sebesar 21,89 persen pada 2030.
“Indonesia berkomitmen untuk menyeimbangkan ketahanan ekonomi, sosial, dan ekologi dalam jalur pembangunan, serta menjaga keseimbangan antara keuntungan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan,” ungkap Yulia.
Sebagai pemimpin dalam transisi energi, Pertamina berkomitmen untuk mendukung target Net Zero Emission pada 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Semua upaya ini merupakan bagian dari penerapan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Melalui kolaborasi global, teknologi inovatif, dan komitmen terhadap tujuan bersama, Pertamina dan para mitranya menunjukkan bahwa aksi bersama dalam mengurangi emisi metana dan menjaga iklim merupakan langkah penting menuju masa depan yang berkelanjutan. Keberhasilan ini tidak hanya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kelestarian lingkungan bagi generasi mendatang.