- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Kamis, 14 November 2024 | 18:35 WIB
: CEO of Pertamina New & Renewable Energy, John Anis saat menjadi narasumber pada sesi panel Driving The Renewable Revolution : Unleashing Indonesia Renewable Energy Ambition di Paviliun Indonesia pada acara Conference of the Parties (COP) ke-29 dengan tema besar “In Solidarity for a Green World” yang diselenggarakan di Baku Olympic Stadium, Azerbaijan, Rabu (13/11/2024)/ foto: pertamina
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Kamis, 14 November 2024 | 18:10 WIB - Redaktur: Untung S - 125
Jakarta, InfoPublik – PT Pertamina (Persero) terus menjadikan biofuel sebagai kunci strategis dalam mendukung transisi energi Indonesia. Upaya ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dan legislatif, sebagai bagian dari komitmen bersama menurunkan emisi karbon.
Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa Indonesia memiliki sumber biofuel yang melimpah. Program B35 dari Pertamina, yang menggunakan biodiesel 35 persen dari CPO, menjadi bukti nyata langkah menuju energi bersih.
"Indonesia memiliki banyak sumber biofuel. Saat ini, kita memanfaatkan B35 dari CPO. Selain itu, ada potensi dari tebu dan singkong untuk bahan bakar nabati," ujar Eddy Soeparno dalam panel di COP29, Rabu (13/11/2024).
Menurut keterangan resmi Pertamina, Kamis (14/11/2024), Pertamina juga telah mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas. Indonesia berhasil mencampur lima persen bahan bakar penerbangan berkelanjutan, yang telah diuji coba dalam penerbangan dua tahun lalu dan rencananya akan terus dikembangkan.
CEO Pertamina New & Renewable Energy (PNRE), John Anis, menjelaskan bahwa PNRE menjadi pelopor bisnis rendah karbon di grup Pertamina. Selain memperbesar kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT), PNRE juga fokus mengembangkan biofuel.
"Kami mengusung strategi pertumbuhan ganda: mengoptimalkan bahan bakar fosil yang lebih bersih sambil mengembangkan bisnis rendah karbon. Kami memaksimalkan bisnis tradisional sekaligus fokus pada dekarbonisasi," kata John Anis.
John juga mengungkapkan bahwa PNRE memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga 2031, guna mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi. Pada 2034, proyeksi permintaan biofuel diperkirakan mencapai 51 juta liter.
PNRE saat ini bermitra dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun. "Kami berencana meningkatkan produksi bioetanol, salah satunya melalui reaktivasi pabrik Glenmore di Banyuwangi, dengan bahan baku molase yang tidak mengganggu produksi gula," jelas John.
Dalam bisnis karbon, Pertamina NRE telah menjadi pemain dominan perdagangan kredit karbon di Indonesia, menguasai 93 persen pangsa pasar. Kredit karbon ini diperoleh dari pembangkit listrik rendah karbon serta nature-based solutions (NBS). Sejak mempelopori perdagangan karbon di bursa karbon tahun lalu, Pertamina telah menjual 864 ribu ton CO2 kredit karbon. Untuk mendukung inisiatif ini, Pertamina bermitra dengan berbagai mitra strategis.
“Untuk mempercepat transisi energi dan mencapai target 75 GW listrik berbasis EBT dalam 15 tahun mendatang, kolaborasi diperlukan. Investasi dan pengembangan EBT harus lebih agresif dan mudah diakses dengan harga terjangkau bagi masyarakat,” tutup John.
Sebagai pemimpin dalam transisi energi, Pertamina berkomitmen untuk mendukung target Net Zero Emission 2060. Perusahaan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasionalnya.