Pentingnya Kerukunan Antarumat dalam Mengatasi Krisis Perubahan Iklim

:


Oleh Ahmed Kurnia, Selasa, 6 September 2022 | 23:18 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 23K


Jakarta, InfoPublik – Semangat dalam bingkai kerukunan antar umat beragama di Indonesia kini terwujud juga dalam bentuk kepedulian terhadap isu perubahan iklim. Setidaknya tercatat ada 70 pemimpin agama dan komunitas iman dari berbagai agama dan kepercayaan dari 17 provinsi dan 30 kabupaten di Indonesia mengadakan pertemuan pada 26 – 30 Agustus 2022 lalu di Bogor, Jawa Barat. Mereka membahas beragam inisiatif mengatasi krisis perubahan iklim bersama dengan inovator sosial dan aktivis lingkungan hidup.

"Spiritualitas agama menjadi sangat strategis untuk memitigasi dan mencegah dampak perubahan iklim," ujar Direktur Program Eco Bhinneka Organisasi Muhammadiyah, Hening Parlan.

Program Eco Bhinneka, yang merupakan program kolaborasi Muhammadiyah dan Ashoka Indonesia, adalah forum para pemimpin agama, komunitas iman, dan para penggerak perubahan di bidang lingkungan hidup. Program Eco Bhinneka ini menjadi wadah untuk membicarakan inovasi-inovasi di bidang lingkungan hidup yang selama ini sudah dilakukan organisasi masyarakat sipil, termasuk dari kelompok agama.

Muhammadiyah bersama Ashoka Indonesia mengumpulkan 70 pemimpin lintas agama untuk menggagas perubahan demi mengatasi krisis iklim lewat acara yang diberi tajuk "Faith Inspired Changemaking Initiatives" (FICI). Dampak dari acara ini diharapkan bisa mempererat persatuan komunitas lintas iman dan gerakan lingkungan hidup sehingga mendorong kepedulian masyarakat lebih luas akan krisis perubahan iklim di Indonesia.

Ashoka adalah jejaring kewirausahaan sosial global, menghubungkan sekitar 3.000 Fellow di lebih dari 80 negara yang bekerja untuk mewujudkan gagasan mereka mengubah dunia.  Ashoka mengusung visi “Everyone A Changemaker”, untuk menciptakan komunitas global dimana semua orang dapat pembawa perubahan.

Direktur Regional Ashoka Asia Tenggara, Nani Zulminarni, menjelaskan inisiatif penyelenggaraan Forum FICI bersama Muhammadiyah tersebut dilakukan karena krisis perubahan iklim tidak memandang agama. "Kita butuh kolaborasi antarumat beragama," katanya. Menurut Nani lagi, agar umat manusia dapat bertahan semua harus memiliki cara pandang tentang hidup berkelanjutan.

Para peserta yang hadir di forum FICI itu antara lain adalah perwakilan Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Wanita Katolik RI, Gereja Kalimantan Evangelis, Gereja Protestan Indonesia Barat, Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), Majelis Tinggi Agama Kong Hu Cu Indonesia (MATAKIN), Parishada Hindu, Buddha Tzu Chi dan organisasi afiliasi agama dan kepercayaan lain.

Organisasi lingkungan yang tidak berbasis agama juga hadir seperti organisasi lingkungan dari Kalimantan Barat Gemawan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Puspita Bahari (sebuah organisasi nelayan perempuan dari Demak), aktivis sungai Prigi Arisandi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan lainnya.

"Gerakan lingkungan harus terus terhubung dengan gerakan-gerakan lain yang sudah ada. Karena itu menjadi amat penting jembatan yang dibangun melalui lokakarya FICI antara gerakan lingkungan dan gerakan keagamaan," kata Manajer Kampanye WALHI, Parid Ridwanuddin.

Tak ketinggalan dari kalangan akademisi juga hadir seperti perwakilan dari Universitas Indonesia, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Pusat Studi Islam UIN Yogyakarta, Universitas Binus University dan perwakilan dari berbagai pondok pesantren.

Sedangkan dari organisasi kepemudaan juga hadir seperti perwakilan Ikatan Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, penggerak pengolahan sampah elektronik Rafa Jafar dan lainnya.

Alhasil, lokakarya ini tak hanya diikuti oleh lintas agama, lintas organisasi masyarakat sipil tetapi juga lintas generasi, karena generasi muda adalah yang akan menanggung dampak dari kesalahan kita di masa ini.

Sementara itu Pemerintah juga terus mendorong berbagai pihak untuk berkolaborasi dengan melibatkan peran anak muda dalam penanganan krisis perubahan iklim dan percepatan transisi energi bersih. "Dampak perubahan iklim sudah kita rasakan bersama. Sudah saatnya anak muda memberikan aksi nyata untuk mencari solusi bersama," kata Yudo Dwinanda, Tenaga Ahli Menteri ESDM sekaligus Chair of Energy Transitions Working Group (ETWG) dalam sebuah acara Webinar yang bertajuk Youth Actions in Mitigating Climate Change di Jakarta beberapa waktu lalu.

Yudo menjelaskan isu perubahan iklim maupun transisi energi yang menjadi isu global mulai banyak diminati oleh generasi milenial dan generasi zilenial.

 

(Foto: Pelaksanaan Lokakarya “Faith Inspired Changemaking Initiatives” (FICI) difasilitasi oleh tim fasilitator dari Inspirit dan Ashoka Indonesia (Dokumentasi Panitia FICI 2022)