- Oleh MC KOTA TIDORE
- Minggu, 22 Desember 2024 | 12:31 WIB
: Wakil Ketua LSF Indonesia, Noorca M Massardi, saat memberikan sambutan pada sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Provinsi Maluku Utara. (Tandaseru/Ardian Sangaji)
Oleh MC KOTA TIDORE, Rabu, 23 Oktober 2024 | 23:59 WIB - Redaktur: Inda Susanti - 254
Ternate, InfoPublik – Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia kembali menggelar sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Provinsi Maluku Utara, di Ballroom Muara Hotel, Ternate, Senin (21/10/2024).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya budaya sensor mandiri, terutama dalam memilih tontonan yang sesuai dengan usia penonton, sejalan dengan meningkatnya akses terhadap konten digital.
Sosialisasi ini mengusung tema "Memajukan Budaya Menonton Sesuai Usia" dan melibatkan peserta dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), komunitas dan pegiat film, jurnalis, serta tenaga pendidik.
Wakil Ketua LSF Indonesia, Noorca M. Massardi, menjelaskan bahwa budaya menonton sesuai klasifikasi usia sudah diinisiasi sejak lima tahun yang lalu.
"Gunanya kita mengajak masyarakat agar bijak memilah dan memilih tontonan sesuai klasifikasi usia," ujar Noorca dalam sambutannya.
Dalam era digitalisasi ini, di mana layanan streaming film online semakin menjamur, setiap orang memiliki akses yang sangat luas terhadap berbagai jenis konten melalui ponsel pintar mereka.
"Namun, tidak ada yang mengawasi konten di media sosial dan platform streaming. Lembaga sensor film hanya mengawasi film layar lebar dan program televisi melalui undang-undang perfilman," lanjut Noorca.
Ia juga menegaskan bahwa belum ada regulasi khusus yang mengatur pengawasan konten di media sosial. "Sejauh ini, yang ada di jaringan informatika di bawah kewenangan Kementerian Kominfo melalui undang-undang penyiaran," ujarnya.
Noorca menekankan pentingnya peran keluarga, terutama orang tua dan kakak, dalam mengawasi apa yang ditonton oleh anak-anak di media sosial.
"Kita perlu mengingatkan dan mengimbau kepada masyarakat agar orang tua atau kakak-kakak mengawasi adiknya saat menonton di media sosial, agar tidak memilih tontonan di luar batas klasifikasi usianya," tambahnya.
Lebih lanjut, Noorca menegaskan bahwa budaya sensor mandiri perlu terus disosialisasikan secara luas di masyarakat. Hal ini dianggap penting untuk mencegah anak-anak dari paparan konten dewasa atau yang tidak sesuai dengan usia mereka.
"Salah satu manfaatnya adalah untuk menghindari anak usia dini yang memilih tontonan film dewasa dan lain sebagainya," katanya.
Melalui kampanye ini, LSF RI berharap bisa terus mendorong masyarakat, khususnya orang tua, kampus, dan mahasiswa, untuk terlibat aktif dalam menjaga keluarga dan anak-anak dari dampak negatif tontonan.
"Kita perlu mengingatkan melalui masyarakat, kampus dan mahasiswa untuk menjaga keluarga dan anak-anak dari dampak negatif tontonan," pungkas Noorca. (AS/MC Tidore)