:
Oleh MC Kabupaten Bogor, Jumat, 5 Agustus 2016 | 12:53 WIB - Redaktur: Kusnadi - 464
Cibinong, InfoPublik – Bupati Bogor mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda), dengan pembahasan ijtima MUI Kabupaten Bogor, kebijakan one way di jalur puncak dan kesiapan penanganan deteksi dini dan ketertiban umum, di Ruang Rapat Pendopo Bupati Bogor, Cibinong, Kamis (4/8).
Terkait masalah one way di jalur puncak yang dikritisi oleh pelaku usaha dan komunitas di wilayah Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua, Bupati Bogor, Hj. Nurhayanti mengatakan, kebijakan tersebut akan dievaluasi kembali karena anggota Polres Bogor sudah melakukan kajian sesuai keadaan di lapangan.
Menurutnya, kemacetan kawasan puncak terjadi seiring dengan perkembangan pembangunan yang tidak sesui tata ruang, sehingga setiap tahun kendaraan akan terus bertambah tetapi pembangunan infrastruktur jalan tidak mendapat perhatian serius.
“Untuk menyikapi permohonan dari kelompok masyarakat dan pengusaha restoran seperti tidak memberlakukan one way saat jam makan siang dan waktu solat karena banyak masjid di pinggir tersebut perlu dsikapi degan arif dan bijaksana dengan megedepankan rambu-rambu dan peraturan perundang-undangan tentang lalu lintas dan ketertiban umum,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan dalam penanganan masalah jalur puncak tidak dapat ditangani secara langsung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor bersama Jajaran Polres Bogor, akan tetapi perlu penanganan secara terpadu antara Pemerintah Pusat, Pemprov Jabar, Pemda Kabupaten Bogor dan Kepolisian serta instansi terkait lainya.
Hal ini, jelasnya, dikarenakan kawasan puncak merupakan kawasan Jabodetabekjur dan jalur jalan puncak merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemprov Jabar baik dari segi penataan ruang maupun anggaran untuk pembangunan jalan.
Maraknya imigran yang tinggal di Kecamatan Cisarua juga menjadi fokus pada rapat Forkominda. Bupati Bogor menjelaskan bahwa urusan imigrasi memang belum diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah, namun masih merupakan kebijakan pemerintah pusat.
Dijelaskan,imigran yang tinggal di wilayah Kabupaten Bogor merupakan imigran mandiri yang mereka bisa ditinggal salah satu tempat karena sebelumnya mereka tinggal di daerah konflik juga dilindungi oleh Undang-undang, namun mereka menyalahgunaan kewenangan tersebut dengan membuat usaha dan meresahkan warga pribumi.
“Saat ini jumlah imgran di Kabupaten Bogor berjumlah 1449 orang Keberadaannya merupakan kewenangan dari kantor Imigrasi namun imigrasi silahkan mengambil tindakan bila mereka mengambil tindakan bila mereka melanggar aturan yang berlaku,” tambahnya.
Nurhayanti juga menyoroti masalah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang berasal dari timur dan kemudian memerintahkan Camat Cisarua untuk melakukan pengawasan dan penertiban di lapangan bila ada wilayahnya terindikasi tempat tinggal para PSK.
“Imigrasi silahkan melakukan operasi senyap dan laporkan hasilnya kepada saya, dan Camat juga harus melakukan penertiban dan pengawasan di lapangan.” katanya.
Terakhir, masalah 6 pokok Ijtima kepada Bupati Bogor dari para alim utama se Kabupaten bogor, dalam hal tersebut Bogor menegaskan akan tetap menjalankan yang diharapkan oleh para alim ulama.
Dalam Rakor tersebut di hadiri oleh Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Sekretaris Bogor, Wakapolres Bogor, Dandim 0621 Suryakancana, Kepala Imigrasi Bogor, Ketua MUI Kabupaten Bogor dan sejumlah Kepala Dinas dan Camat. (Andi/Diskominfo Kab Bogor/Kus)