- Oleh Putri
- Senin, 25 November 2024 | 09:16 WIB
: Menkes Budi Gunadi Sadikin bersama Penasihat Khusus Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) Prof. Susilo Bambang Yudhoyono/Foto: Kemenkes
Oleh Putri, Minggu, 13 Oktober 2024 | 07:30 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 268
Jakarta, InfoPublik - Indonesia telah membuat langkah signifikan dalam upaya pemberantasan malaria. Hingga Juni 2024, sekitar 77 persen (398 dari 514) kabupaten/kota telah menerima sertifikat eliminasi malaria. Sementara 23 persen sisanya berada di jalur yang tepat untuk mencapai target tersebut. Namun, Indonesia masih mencatat sekitar 400 ribu kasus malaria setiap tahunnya.
Pemerintah tetap teguh pada komitmennya untuk mencapai status bebas malaria pada 2030. Untuk memperkuat komitmen ini, Kementerian Kesehatan meluncurkan Peta Jalan Eliminasi Malaria dan Pencegahan Penularan Kembali untuk periode 2025-2045.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan dulu dunia menghadapi peperangan dengan senjata, tetapi sekarang dunia “berperang” melawan berbagai penyakit menular yang disebabkan oleh patogen seperti bakteri, virus, dan parasit, yang menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya.
"Salah satunya adalah malaria, penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit ini sangat menular dan mematikan," kata Budi seperti yang dikutip InfoPublik Sabtu (12/10/2024).
Komitmen ini sebagaimana tercantum dalam Prioritas Pembangunan Nasional 2020-2024, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 22 Tahun 2022 tentang Upaya Pemberantasan Malaria.
Berdasarkan data WHO, malaria menempati peringkat ketiga penyakit paling mematikan di dunia, dengan 2-3 juta kasus baru setiap tahun. Di Indonesia, kasus malaria tercatat sebanyak 1,2 juta orang, dengan angka kematian mencapai sekitar 100.000 per tahun.
Peluncuran peta jalan ini diharapkan dapat menggalang dukungan dan komitmen dari berbagai pihak, terutama pemimpin negara-negara berkembang, untuk menyuarakan pentingnya pemberantasan malaria.
“Penyakit menular ini terkadang dilupakan, terutama untuk negara berkembang. Itu kenapa penyakit bertahan sangat lama di dunia dan membunuh lebih dari ratusan ribu orang,” kata Budi.
Peta jalan ini disusun dengan melibatkan konsultasi dengan para ahli dan profesional dari berbagai program kesehatan, kementerian/lembaga, serta organisasi sektor publik dan swasta. Tujuan utamanya adalah mencapai eliminasi malaria secara nasional.
Peta jalan ini juga memiliki visi untuk mewujudkan Indonesia bebas malaria. Pemerintah menargetkan tidak ada penularan lokal malaria di seluruh kabupaten/kota pada 2030, dan kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi mampu mempertahankan status tersebut.
Jangka waktu yang dicanangkan untuk mencapai target Indonesia bebas malaria adalah pada 2025 sampai 2045. Pada periode 2025-2030, fokusnya adalah mempercepat penurunan beban penyakit dan pencapaian eliminasi malaria.
Periode berikutnya, 2031-2035, adalah menyelaraskan sistem kesehatan dengan pendekatan One Health yang komprehensif dan mempertahankan eliminasi malaria.
Pada 2036-2040, kolaborasi One Health akan diperkuat untuk mencegah kembalinya malaria. Pada 2041-2045, tujuannya adalah Indonesia bebas malaria secara penuh.
Budi juga menambahkan selain meluncurkan peta jalan eliminasi ini, pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya untuk memerangi malaria di tanah air. Upaya tersebut antara lain memperkuat surveilans, menyebarkan alat rapid test dan mikroskop ke semua puskesmas.
Tenaga kesehatan juga sudah dilatih untuk memeriksa hasil tes. Kemudian, pada tataran yang lebih canggih (advance), pemerintah telah memasang laboratorium PCR di 514 kabupaten/kota.
“Dengan demikian, kemampuan kita untuk mendeteksi itu ada. Ini penting karena kalau tidak terdeteksi (malaria), orang-orang ini bisa menularkan ke orang lain,” kata Budi.
Penasihat Khusus Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) Prof. Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi peluncuran peta jalan eliminasi malaria tersebut. Menurutnya, timeline dan target yang ditetapkan sangat realistis.
Apalagi, Indonesia memiliki pengalaman yang baik dalam menghadapi berbagai krisis, baik krisis kesehatan seperti flu burung maupun krisis ekonomi.
“Pada waktu itu, kita baru saja terkena musibah tsunami, kemudian krisis ekonomi global, tapi pemerintah bisa melakukan tugasnya dengan baik. Artinya, sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin,” katanya.
Ia juga menyatakan, dengan adanya peta jalan ini 50 persen dari target yang ditetapkan sudah hampir tercapai. Namun, perencanaan saja belum cukup karena hal yang dibutuhkan adalah aksi nyata di lapangan, terutama di daerah endemis malaria seperti Papua, NTT, Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Timur.
“Kalau semua melakukan langkah bersama, bukan hanya Kementerian Kesehatan, tapi utamanya para pemimpin sangat-sangat penting, gubernur, bupati, walikota, menteri dan presiden, semuanya bertanggung jawab dan melakukan sesuatu secara nyata,” katanya.