- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Jumat, 4 Oktober 2024 | 18:09 WIB
: Suasana Sidang kasus pencematan lingkungan PT SS di PN Surabaya
Oleh Wahyu Sudoyo, Jumat, 20 September 2024 | 06:00 WIB - Redaktur: Untung S - 226
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengapresiasi putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menghukum PT SS membayar ganti rugi materiil sebesar Rp48 miliar. Denda tersebut harus dibayarkan secara tunai melalui Rekening Kas Negara dan akan digunakan untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup.
Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Rudito Surotomo serta Hakim Anggota Nurmaningsih Amriani dan Silfi Yanti Zulfia pada 11 September 2024. Mereka mengabulkan gugatan KLHK terhadap PT SS yang terbukti melakukan pencemaran lingkungan dalam kegiatan usahanya di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
“Dikabulkannya gugatan KLHK ini menjadi pembelajaran penting bagi setiap pelaku usaha untuk tidak mencemari atau merusak lingkungan. Tidak ada tempat bagi industri yang melanggar aturan lingkungan di Indonesia,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum LHK), dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (19/9/2024).
Rasio Ridho menegaskan bahwa putusan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban mutlak (strict liability) yang diterapkan kepada PT SS karena terbukti melakukan pencemaran. Ia juga menekankan bahwa KLHK tidak akan berhenti menindak tegas pelaku pencemaran yang meresahkan masyarakat dan merusak lingkungan secara luas.
“Kami sangat mengapresiasi Majelis Hakim PN Surabaya yang mengutamakan prinsip pelindungan lingkungan dalam putusan ini, menggunakan pendekatan in dubio pro natura,” lanjutnya.
Menurut Dodi Kurniawan, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Ditjen Gakkum LHK, gugatan perdata terhadap PT SS diajukan setelah upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak mencapai kesepakatan. Gugatan tersebut menegaskan komitmen KLHK dalam menerapkan polluter pays principle, di mana pihak yang mencemari lingkungan harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.
“Keberhasilan gugatan ini semakin memperlihatkan keseriusan KLHK dalam menangani kasus pencemaran dan perusakan lingkungan. Ini menjadi langkah penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab,” ujar Dodi.
Dodi menjelaskan, dasar hukum untuk gugatan ganti rugi lingkungan hidup ini berpedoman pada Pasal 87 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap penanggung jawab usaha yang terbukti melakukan pencemaran lingkungan wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu untuk memulihkan kerusakan yang terjadi.
Dengan adanya putusan ini, KLHK berharap agar perusahaan lain semakin menyadari pentingnya mematuhi peraturan lingkungan demi mencegah kerugian lebih lanjut bagi masyarakat dan alam.