- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Selasa, 26 November 2024 | 22:29 WIB
: Finalisasi Dokumen Tinjauan Berkala (Periodic Review) Tahun 2024 Tujuh Cagar Biosfer di Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/9/2024)/ foto: Fajri InfoPublik
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Rabu, 18 September 2024 | 13:31 WIB - Redaktur: Untung S - 309
Jakarta, InfoPublik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersinergi bersama Man and the Biosphere (MAB) UNESCO Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan konservasi keragaman Hayati khususnya pada cagar biosfer melalui Periodic Review atau tinjauan secara berkala.
Upaya tersebut dilakukan dengan mengintensifkan tinjauan berkala terhadap pengelolaan Cagar Biosfer salah satunya yaitu melaui finalisasi tinjauan berkala terhadap tujuh cagar biosfer yang ada di Indonesia. Program itu bertujuan untuk meningkatkan efektivitas konservasi berbasis lanskap, sejalan dengan dinamika lingkungan yang berubah, kebutuhan pembangunan yang berkelanjutan dan adaptif terhadap perubahan lingkungan serta tantangan sosial ekonomi.
Deputi Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito pada sambutanya dalam acara Finalisasi Dokumen Tinjauan Berkala (Periodic Review) Tahun 2024 Tujuh Cagar Biosfer di Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/9/2024) menegaskan pentingnya kegiatan tinjauan berkala terhadap pengelolaan cagar biosfer di Indonesia.
“Sebagai perwakilan dari Indonesia, kami berupaya memastikan bahwa fungsi cagar biosfer ini tetap berjalan dengan baik. Fungsi ini harus menjaga kelestarian lingkungan, sementara pembangunan di sekitar kawasan juga tetap berlangsung,” ujar Mego.
Mego mengungkapkan, di Indonesia terdapat 20 cagar biosfer dan ada tujuh cagar yang harus dilakukan riview secara berkala. Cagar biosfer yang dirivew nantinya akan bisa meningkatkan konservasi keragaman hayatai di Indonesia melalui data, kajian, dan riset yang telah dilakukan pada cagar tersebut.
“Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk memajukan pembangunan yang bersinergi dengan pelestarian lingkungan. Saat ini, Indonesia memiliki 20 cagar biosfer, di mana 7 di antaranya perlu melakukan review berkala. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membuat laporan, tetapi juga untuk meninjau kembali apa yang sudah terjadi di kawasan tersebut, serta melihat bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial dan masyarakat di sekitarnya,” ungkap Mego.
Ia juga menyebut, jika konservasi cagar biosfer juga dapat memberikan pemberdayaan kepada masyarakat yang berada disekitar cagar biosefer yang dilindungi. “Kita harus memastikan bahwa cagar biosfer tidak hanya menjadi kawasan yang dilindungi, tetapi juga memberdayakan masyarakat di sekitarnya,” ujarnya.
“Konsinyasi finalisasi tinjauan berkala itu adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa pengelolaan cagar biosfer di Indonesia dapat berjalan sesuai standar internasional," kata Mego.
Ketua Komite Nasional MAB Indonesia, Maman Turjaman menjelaskan, dalam pengembangan Cagar Biosfer sangat penting pendekatan berbasis lanskap yang menekankan pentingnya memahami kawasan konservasi sebagai bagian dari ekosistem yang lebih luas, termasuk kawasan penyangga dan kawasan transisi yang melibatkan aktivitas manusia. Dalam cagar biosfer, wilayah inti dapat dilindungi secara ketat, sementara kawasan penyangga dan transisi diatur untuk memastikan penggunaan lahan yang berkelanjutan.
“Dengan tinjauan berkala, dapat diidentifikasi intervensi yang lebih tepat sasaran, mulai dari pengelolaan kehati, peningkatan nilai sosial dan ekonomi hingga penyelesaian konflik manusia-satwa liar,” ujar Maman.
Maman menyampaikan, tinjauan berkala tersebut akan mengevaluasi berbagai aspek pengelolaan cagar biosfer, termasuk perlindungan sumber daya alam, tata kelola ekosistem, pembangunan ekonomi berkelanjutan, serta pelibatan masyarakat lokal dan membantu program mitigasi perubahan iklim yang diterapkan sejalan dengan kebijakan pemerintah dan agenda global, seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan Perjanjian Paris.
Untuk memperkuat komunikasi serta promosi cagar biosfer yang ada di Indoneia, Mego berharap supaya bisa dibuatkan sebuah karya visualisasi berupa film dokumenter, sehingga cagar biosfer di Indonesia dapat dikenal luas oleh semua pihak.
“Saya juga ingin menyampaikan harapan agar kita bisa menghasilkan film-film dokumenter yang menggambarkan pengelolaan cagar biosfer di Indonesia, sebagai bagian dari upaya memperkuat komunikasi dan promosi cagar biosfer sebagai destinasi wisata super prioritas,” pungkas Mego.