- Oleh Wandi
- Jumat, 1 November 2024 | 13:32 WIB
: Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham,./Foto Istimewa/Humas BPJPH Kemenag
Jakarta, InfoPublik – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menegaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal hanya diberlakukan untuk jasa logistik yang terkait dengan produk makanan, minuman, obat, dan kosmetik. Hal ini sejalan dengan regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) yang diatur dalam PP 39/2021 serta Keputusan Kepala BPJPH Nomor 20 Tahun 2023.
Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, menjelaskan bahwa kewajiban sertifikasi halal berlaku untuk tujuh jenis jasa: penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian. "Namun, kewajiban sertifikasi halal hanya berlaku jika jasa tersebut terkait dengan makanan, minuman, obat, atau kosmetik," ungkap Aqil di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Menanggapi pemberitaan yang salah, Aqil menegaskan bahwa truk atau kendaraan pengangkut tidak wajib bersertifikat halal. "Yang diwajibkan bersertifikat halal adalah jasa logistik yang digunakan untuk memfasilitasi produk halal, bukan kendaraannya," tegasnya.
Jasa logistik yang dimaksud meliputi penyimpanan, pengemasan, dan pendistribusian yang berhubungan dengan produk halal. Kewajiban ini hanya berlaku bagi pihak ketiga yang menyediakan jasa logistik tanpa menghasilkan produk barang. Sementara itu, pelaku usaha yang memiliki fasilitas logistik untuk produk halal mereka sendiri tidak perlu mengajukan sertifikasi logistik terpisah karena sudah tercakup dalam sertifikasi halal produk.
Aqil menambahkan bahwa prinsip utama dalam jaminan kehalalan adalah ketertelusuran (traceability) produk dari proses awal hingga diterima oleh konsumen. "Proses produk halal harus dipastikan memenuhi standar kehalalan di semua tahap, mulai dari penyimpanan, pengemasan, hingga pendistribusian," jelasnya.
Setiap tahapan proses logistik, mulai dari pemuatan barang (loading) hingga pengiriman (delivery), harus bebas dari potensi kontaminasi silang antara produk halal dan non-halal. Hal ini juga mencakup pemisahan wadah atau kemasan untuk produk halal dan non-halal.
Aturan ini diatur secara ketat dalam PP 39/2021 serta Keputusan Kepala BPJPH Nomor 20 Tahun 2023. Pelaku usaha diwajibkan memisahkan lokasi, tempat, dan alat yang digunakan untuk menjalankan proses produk halal, mencakup penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian.
Sesuai dengan Pasal 22 PP 39/2021, produk halal dan non-halal dapat didistribusikan dalam satu fasilitas logistik, dengan syarat:
BPJPH terus menegaskan bahwa pelaku usaha wajib menjalankan pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. "Jaminan kehalalan produk tidak hanya mencakup barangnya, tetapi juga layanan logistik yang mendukungnya, agar standar kehalalan dapat terpenuhi," pungkas Aqil.