BPPT Apresiasi Temuan Listrik Kedondong Siswa MTS Negeri 1 Langsa

:


Oleh G. Suranto, Senin, 29 Mei 2017 | 13:53 WIB - Redaktur: Juli - 757


Jakarta, InfoPublik – Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Eniya L. Dewi memberi apresiasi terhadap penelitian yang dilakukan oleh Naufal Raziq (15 tahun), siswa kelas III MTS Negeri 1 Langsa Lama, Kota Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam yang menghasilkan listrik dari pohon Kedondong Pagar.

Temuan listrik kedondong tersebut  sempat viral, sebab menyala di Desa Tampur Paloh, Kecamatan Simpang Jerning, Kabupaten Aceh Timur. Di berbagai lini massa pun diuraikan, bahwa telah tersambung listrik yang bersumber dari pohon kedondong (Spondias dulcis forst) buatan Naufal Raziq.

“Inisiatif siswa tersebut untuk melakukan percobaan sangat baik, mengingat yang bersangkutan adalah siswa yang masih tingkat SMP, dan berlokasi di daerah. Semangat dan bakat peneliti tersebut harus dibina dan terus dikembangkan. Percobaan yang dilakukan oleh Naufal itu pembuktian teori baterai Volta atau Daniel Cell,” kata Eniya pada acara jumpa pers di BPPT, Senin (29/5).

Disebutkan, pada dasarnya semua makanan minuman yang mengandung asam dapat menjadi sumber energi baterai. Hanya saja yang perlu diperhatikan menurutnya adalah kemampuannya dalam menghasilkan kekuatan arus listrik dapat berlangsung lama dan stabil, sehingga dapat menjadi sumber listrik yang mumpuni dan dapat digunakan sehari-hari.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE-BPPT) Andhika Prastawa menjelaskan, sebagaimana penelitian-penelitian lain tentang listrik dari tumbuhan, menunjukkan hasil produksi listrik yang masih belum memadai untuk kebutuhan listrik yang wajar.

“Pengukuran sesaat besaran listrik pada pohon-pohon Kedondong Pagar yang ditanam di area Pembinaan Masyarakat PT Pertamina EP Aset I Field Rantau, menghasilkan data bahwa keluaran sistem listrik pohon Kedondong Pagar disebut masih dalam kisaran mili Watt, dengan tegangan yang dihasilkan dalam skala ratusan mili hingga satuan Volt, serta arus dalam mili ampere,” paparnya.

Ia menambahkan, sejumlah 6 pohon Kedondong, disebut sebagai “pohon energi” dipasang masing-masing 6 elektroda Zn-Cu (seng dan tembaga). Dari rangkaian seri-paralel, di ujung elektroda diperoleh pengukuran tegangan total sebesar 2,774 Vdc.

Selanjutnya, ujung rangkaian pohon ini dihubungkan pada converter arus searah untuk mencatu batere bertegangan 3,5 Vdc, kemudian melalui inverter dihubungkan ke beban lampu LED 5 Watt 220 Vac. Pada saat lampu dinyalakan, setelah 10 menit, terukur tegangan dari pohon energi turun dari 2,774 Vdc menjadi 1,870 Vdc.

Dengan laju penurunan tegangan seperti itu, dipekirakan 6 pohon Kedondong tersebut hanya sanggup mencatu lampu tidak lebih dari 20 menit, dengan perkiraan energi sekitar 1,7 Wh atau 1,7 W selama 1 jam. Dengan demikian, meskipun terbukti pohon Kedondong dapat meghasilkan listrik, namun masih belum mencukupi kebutuhan listrik secara wajar.

Berdasarkan analisis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pohon kedondong ini dapat menghasilkan listrik dalam jumlah dan waktu yang terbatas. Pohon ini hanya dapat dijadikan salah satu sumber energi bagi peralatan yang membutuhkan energi rendah.

“Menimbang fakta tersebut, direkomendasikan agar kepada Naufal dapat diberikan perhatian dan pembinaan yang intensif sebagaimana mestinya, agar yang bersangkutan dapat berkembang kemampuan dan minat penelitiannya,” pungkasnya.