:
Oleh H. A. Azwar, Rabu, 15 Juni 2016 | 14:05 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 733
Jakarta, InfoPublik - Gerakan Muda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) menegaskan kepentingan nasional yang paling utama adalah melindungi rakyat Indonesia, sehingga perlindungan dari rokok harus diutamakan.
"Dengan mengaksesi FCTC - traktat internasional untuk pengendalian global epidemi tembakau, pemerintah menunjukkan komitmen untuk melindungi masa depan rakyatnya agar lebih sehat dan produktif. Sehingga pada akhirnya, kepentingan nasional yang lainnya, seperti pertumbuhan ekonomi, akan tercapai secara bersamaan," kata Margianta Surahman, Juru Bicara Gerakan Muda FCTC, di Jakarta, Rabu (15/6).
Penegasan Margianta Surahman ini untuk menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo pada pengantar sebelum membuka rapat terbatas tentang FCTC, Selasa (14/6), dimana Presiden mengingatkan kepada para menteri terkait untuk melihat kepentingan nasional terlebih dahulu dan melihat berbagai aspek sebelum mengambil keputusan terkait FCTC.
Padahal, menurut Margianta, sudah jelas bahwa kepentingan nasional yang paling utama adalah melindungi rakyat Indonesia. Sehingga, perlindungan rakyat dari rokok sejatinya adalah kepentingan nasional yang harus diutamakan.
Bahwa pengendalian tembakau bukan sebuah tren. Pengendalian tembakau adalah wujud konkret kesadaran tinggi negara untuk hadir, dan mengutamakan perlindungan masyarakat terutama generasi muda dari cengkeraman adiksi rokok, sebagai kepentingan nasionalnya.
Terkait rencana mengaksesi FCTC, Presiden tidak ingin Indonesia hanya sekedar ikut-ikutan atau mengikuti tren, tetapi harus betul-betul melihat kepentingan nasional terutama yang berkaitan dengan warga negara kita yang terkena gangguan kesehatan dan juga kepentingan generasi muda ke depan.
"Kami menegaskan bahwa persoalan Pengendalian Tembakau bukan persoalan tren atau sekedar ikut-ikutan. Pengendalian Tembakau justru adalah wujud konkret kesadaran tinggi negara untuk hadir dalam rangka melindungi rakyatnya, dari cengkeraman adiksi rokok dan dependensi pada rokok," katanya.
Persoalan kepentingan nasional bergantung pada urgensi yang dihadapi sebuah negara pada masa tertentu. Saat ini sudah 90 persen negara di dunia yang menyadari urgensi pengendalian tembakau demi melindungi masyarakatnya. Tapi ironisnya, Indonesia, selaku salah satu inisiator dari FCTC, justru masih saja ragu untuk memastikan komitmennya dalam pengendalian tembakau melalui FCTC.
Padahal para pemuda dan komunitas anak muda pegiat pengendalian tembakau sudah bergerak di seantero negeri ini. Mereka tahun lalu sudah mengumpulkan 40 ribu penandatangan petisi #Dukung FCTC yang menyuarakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengaksesi FCTC. Saat ini sebanyak 20 pembaharu muda di 17 kota di Indonesia telah menggerakkan komunitasnya, organisasi pemuda, pelajar SMP, SMA, mahasiswa, dan masyarakat umum di wilayahnya untuk mengumpulkan lebih dari 10.000 surat dukungan agar Presiden Jokowi mengaksesi FCTC.
Ironisnya, dengan segenap dukungan dan pergerakan dari anak muda pegiat pengendalian tembakau di berbagai wilayah di Indonesia, negara Indonesia masih saja ragu untuk berkomitmen melindungi rakyatnya dari rokok.
Dengan masih abainya negara untuk melindungi hak masyarakat untuk bebas dari asap rokok, maka masyarakat menjadi bertanya, apa sesungguhnya kepentingan nasional Indonesia? Apakah kepentingan nasional hanya upaya mencapai pertumbuhan ekonomi melalui arus investasi dan infrastruktur? Ataukah kepentingan nasional itu adalah bentuk komitmen negara dalam pengendalian tembakau melalui FCTC, demi melindungi masa depan bangsanya dari adiksi dan dependensi pada rokok?
Bila masih terus bergantung kepada rokok, apa yang akan terjadi pada tahun 2030 – 2040 saat Indonesia seharusnya mencapai bonus demografi? Pada saat itu jumlah usia produktif memang banyak, tapi tidak berkualitas. Sebab sejak kecil mereka sudah terpapar asap rokok dan mengonsumsi rokok karena murahnya harga rokok, mudahnya akses anak terhadap rokok, dan bertebarannya iklan dan promosi rokok.
"Karena itu, kami generasi muda di Indonesia masih menunggu Presiden Jokowi, sebagai garda terdepan perlindungan rakyat Indonesia, untuk hadir dan berkomitmen dalam pengendalian tembakau," tegasnya.