Peran Polwan Krusial untuk Mencegah TPPO

: Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI, Andry Wibowo, menyatakan Peran Polisi Wanita (Polwan) dinilai sangat penting dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), mengingat mayoritas korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak, Jakarta, Jum'at, (4/10/2024). Foto. Humas Kemenko Polhukam RI.


Oleh Fatkhurrohim, Sabtu, 5 Oktober 2024 | 00:36 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 285


Jakarta, InfoPublik – Peran Polisi Wanita (Polwan) dinilai sangat penting dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), mengingat mayoritas korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak.

Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI, Andry Wibowo, dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Jum’at, (4/10/2024).

"Polwan memiliki peran yang sangat vital dalam penanganan TPPO. Mengingat bahwa korban utama adalah perempuan dan anak, pendekatan yang digunakan harus dilakukan dengan penuh empati dan hati-hati," jelas Andry Wibowo.

Menurut data yang dihimpun Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), terdapat sekitar 40 juta orang yang menjadi korban perdagangan manusia di seluruh dunia.

Kasus-kasus tersebut mencakup berbagai bentuk eksploitasi seperti kerja paksa (forced labor), perdagangan seks (sex trafficking), pernikahan paksa, eksploitasi seksual, serta perdagangan manusia yang disponsori negara (state-sponsored human trafficking).

Di Indonesia sendiri, permasalahan human trafficking sering kali dipicu oleh kemiskinan ekstrem, konflik, kurangnya akses pendidikan, minimnya lapangan pekerjaan, pernikahan dini, serta ketiadaan tempat tinggal.

Kasus-kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia seringkali melibatkan kerja paksa di sektor perkebunan, aktivitas penipuan internasional (scamming), dan kejahatan transnasional lainnya.

Dalam laporan tersebut, Andry juga menyebutkan bahwa terdapat lima negara yang dianggap paling buruk dalam penanganan kasus perdagangan manusia, yaitu Libya, Eritrea, Yaman, Uni Emirat Arab (UEA), dan Turkmenistan.

Sebagai langkah strategis, Andry menegaskan pentingnya peningkatan peran Polwan dalam mitigasi TPPO. Salah satunya melalui pembentukan Subdit TPPO, kebijakan yang berkelanjutan, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang tepat baik dalam jumlah maupun kompetensinya.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Jhon Rico
  • Selasa, 17 Desember 2024 | 22:56 WIB
Direktorat PPA dan PPO Diharapkan Bisa Tekan Kasus Kekerasan
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Minggu, 15 Desember 2024 | 15:00 WIB
Tim Gabungan Gagalkan Pemberangkatan 21 Pekerja Migran Nonprosedural ke Timur Tengah
  • Oleh Eko Budiono
  • Sabtu, 14 Desember 2024 | 17:13 WIB
Kemlu: Ada Kecenderungan WNI Jadi Pengelola Judi Daring di Luar Negeri
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Selasa, 10 Desember 2024 | 14:37 WIB
Kolaborasi Jadi Kunci Pencegahan TPPO pada Pekerja Migran Indonesia
  • Oleh MC KOTA BATAM
  • Senin, 9 Desember 2024 | 10:41 WIB
Pemkot Batam dan Kementerian P2MI Perkuat Langkah Hadapi Tantangan PMI
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Sabtu, 7 Desember 2024 | 19:14 WIB
Komnas HAM Perkuat Upaya Pencegahan dan Penanganan TPPO
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Rabu, 20 November 2024 | 07:11 WIB
Kemen PPPA Gencarkan Sinergi Perlindungan Perempuan Korban TPPO
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 14 November 2024 | 20:35 WIB
Komisi Yudisial Soroti Tantangan Penegakan Hukum dalam Kasus TPPO