- Oleh Jhon Rico
- Selasa, 17 Desember 2024 | 22:56 WIB
: Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI, Andry Wibowo, menyatakan Peran Polisi Wanita (Polwan) dinilai sangat penting dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), mengingat mayoritas korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak, Jakarta, Jum'at, (4/10/2024). Foto. Humas Kemenko Polhukam RI.
Oleh Fatkhurrohim, Sabtu, 5 Oktober 2024 | 00:36 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 286
Jakarta, InfoPublik – Peran Polisi Wanita (Polwan) dinilai sangat penting dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), mengingat mayoritas korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak.
Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) RI, Andry Wibowo, dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Jum’at, (4/10/2024).
"Polwan memiliki peran yang sangat vital dalam penanganan TPPO. Mengingat bahwa korban utama adalah perempuan dan anak, pendekatan yang digunakan harus dilakukan dengan penuh empati dan hati-hati," jelas Andry Wibowo.
Menurut data yang dihimpun Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), terdapat sekitar 40 juta orang yang menjadi korban perdagangan manusia di seluruh dunia.
Kasus-kasus tersebut mencakup berbagai bentuk eksploitasi seperti kerja paksa (forced labor), perdagangan seks (sex trafficking), pernikahan paksa, eksploitasi seksual, serta perdagangan manusia yang disponsori negara (state-sponsored human trafficking).
Di Indonesia sendiri, permasalahan human trafficking sering kali dipicu oleh kemiskinan ekstrem, konflik, kurangnya akses pendidikan, minimnya lapangan pekerjaan, pernikahan dini, serta ketiadaan tempat tinggal.
Kasus-kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia seringkali melibatkan kerja paksa di sektor perkebunan, aktivitas penipuan internasional (scamming), dan kejahatan transnasional lainnya.
Dalam laporan tersebut, Andry juga menyebutkan bahwa terdapat lima negara yang dianggap paling buruk dalam penanganan kasus perdagangan manusia, yaitu Libya, Eritrea, Yaman, Uni Emirat Arab (UEA), dan Turkmenistan.
Sebagai langkah strategis, Andry menegaskan pentingnya peningkatan peran Polwan dalam mitigasi TPPO. Salah satunya melalui pembentukan Subdit TPPO, kebijakan yang berkelanjutan, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang tepat baik dalam jumlah maupun kompetensinya.