- Oleh Wandi
- Senin, 23 Desember 2024 | 16:10 WIB
: Rapat koordinasi untuk meninjau ulang Perjanjian Bilateral Pengaturan Perbatasan antara Republik Indonesia (RI) dan Papua Nugini (PNG) oleh Subdirektorat Batas Negara dan Pulau-Pulau Terluar, dan dipimpin oleh Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Amran, berlangsung di Jakarta, Senin (30/9/2024). Foto: Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri
Oleh Eko Budiono, Senin, 30 September 2024 | 13:37 WIB - Redaktur: Untung S - 354
Jakarta, InfoPublik – Dalam menghadapi dinamika perbatasan yang terus berkembang, Indonesia melalui Direktorat Kawasan, Perkotaan, dan Batas Negara, Kementerian Dalam Negeri, menggelar rapat koordinasi penting untuk meninjau ulang Perjanjian Bilateral Pengaturan Perbatasan dengan Papua Nugini (PNG). Langkah ini bertujuan memperkuat kerja sama lintas batas, meningkatkan keamanan wilayah, serta mengatasi berbagai isu strategis di kawasan perbatasan kedua negara.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Senin (30/9/2024), rapat tersebut diadakan oleh Subdirektorat Batas Negara dan Pulau-Pulau Terluar, dipimpin oleh Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Amran.
Hadir dalam pertemuan ini, para pakar dari berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk Direktur Pasifik dan Oseania Kementerian Luar Negeri, Adi Dzulfuat, dan Diplomat Ahli Madya dari Direktorat Hukum dan Perjanjian Kewilayahan, Kementerian Luar Negeri, Irwan Datulangi.
Fokus utama rapat ini adalah pembentukan Technical Working Group (TWG) yang akan membahas peninjauan ulang terkait Basic Agreement 2013 dan Special Arrangements 1993, yang dianggap perlu disesuaikan untuk menjawab tantangan baru di kawasan perbatasan RI-PNG.
Amran menjelaskan, "Peninjauan ulang ini merupakan langkah penting, terutama karena Indonesia akan menjadi tuan rumah Joint Border Committee (JBC) RI-PNG pada 2024." Salah satu topik penting yang dibahas adalah upaya penguatan pilar perbatasan di wilayah-wilayah rawan pelanggaran, serta sosialisasi batas wilayah kepada pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Pelanggaran perbatasan kerap kali terjadi karena kurangnya pemahaman akan batas resmi antara Indonesia dan PNG. "Program densifikasi ini direncanakan untuk dilaksanakan pada 2025, terutama di daerah-daerah rentan," tambah Amran.
Koordinasi dengan pemerintah daerah menjadi kunci penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban di perbatasan, sekaligus memastikan implementasi perjanjian bilateral berjalan dengan baik. Forum JBC RI-PNG memegang peran vital dalam menjaga diplomasi kedaulatan serta membangun kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara.
Rapat ini turut dihadiri berbagai perwakilan penting, baik secara luring maupun daring, dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Ditjen Imigrasi, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis Mabes TNI, serta Pemerintah Provinsi Papua. Hadir pula perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Ditjen Bea Cukai, Kedutaan Besar RI di Port Moresby, Konsulat RI di Vanimo, dan Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Merauke.
Sinergi lintas kementerian dan lembaga ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan perbatasan RI-PNG. Dengan kebijakan Pacific Elevation, Papua Nugini akan terus menjadi mitra strategis bagi Indonesia dalam menjaga kedaulatan, keamanan, dan pembangunan hubungan bilateral yang saling menguntungkan di kawasan Pasifik.