- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Jumat, 10 Januari 2025 | 19:51 WIB
: Pasha Yudha Ernowo Infopublik.id
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Sabtu, 14 Oktober 2023 | 05:46 WIB - Redaktur: Untung S - 118
Jakarta, InfoPublik - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan para tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Adapun perkara tersebut terkait pemerasan pada proses lelang jabatan, pengadaan barang dan jasa, serta penerimaan Gratifikasi.
Para tersangka kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati, menjelaskan, penetapan tersangka tersebut merupakan salah satu rangkaian upaya penindakan dalam proses hukum dugaan tindak pidana korupsi. KPK sendiri punya tiga strategi utama dalam pemberantasan korupsi. Selain penindakan, ada strategi pencegahan dan pendidikan.
“Di mana strategi penindakan bertujuan untuk memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi, sedangkan strategi pencegahan bertujuan untuk melakukan perbaikan sistem dan tata kelola, serta strategi pendidikan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi dan integritas kepada para individu masyarakat. Dengan demikian, upaya menurunkan tingkat korupsi di Indonesia dilakukan secara holistik dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan,” ujar Ipi, dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Jumat (13/10/2023).
Lanjut Ipi, terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi di Kementan itu, KPK pun sebelumnya telah melakukan upaya-upaya pencegahan, salah satunya melalui Survei Penilaian Integritas (SPI).
“SPI dilakukan untuk mengukur dan memotret titik-titik rawan korupsi pada kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah (KLPD), untuk selanjutnya dilakukan upaya perbaikannya sesuai saran dan rekomendasi SPI. Dengan melakukan perbaikan untuk menutup celah-celah rawan korupsi tersebut, maka diharapkan dapat meminimalisasi potensi terjadinya tindak pidana korupsi,” katanya.
Ia menambahkan, dalam pengukuran SPI itu digunakan dua komponen, yaitu internal dan eksternal. Pada komponen internal, terdapat tujuh dimensi meliputi, suap/gratifikasi; perdagangan pengaruh (trading influence); pengelolaan barang dan jasa; penyalahgunaan fasilitas kantor; nepotisme pengelolaan SDM; jual/beli jabatan; dan penyalahgunaan perjalanan dinas di lingkungan Kementan. Sedangkan pada komponen eksternal dibagi dua, yaitu responden yang merupakan pengguna layanan, penerima manfaat, dan vendor, dengan komponen risiko suap/Gratifikasi dan risiko pungutan liar. Sedangkan ahli atau pemangku kepentingan komponennya keberadaan pungutan liar, kualitas transparansi layanan, dan kualitas pengelolaan PBJ.
Sambungnya, dari perkara dugaan korupsi di lingkungan Kementan ini, pemerasan pada proses lelang jabatan, pengadaan barang dan jasa, serta penerimaan Gratifikasi, faktanya ketiga dimensi tersebut dalam komponen internal termasuk dalam kategori sangat rentan (0-67.9).
“Berdasar hasil SPI di Kementan tahun 2022, dimensi risiko jual/beli jabatan menunjukkan nilai 9 persen. Dimana semakin kecil skornya, maka semakin memiliki risiko terjadinya korupsi. Pun, dengan risiko suap/gratifikasi, yang menunjukkan angka 18%. Sementara dimensi pengelolaan barang/jasa tercatat mendapat penilaian 32 persen. Tiga dimensi itu secara tidak langsung saling berkaitan, sekaligus menggambarkan risiko terjadinya tindak pidana korupsi di lingkungan Kementan,” terangnya.
Ia juga mengungkapkan, selain tiga dimensi itu, ada pula empat dimensi pada komponen internal lainnya, yang masuk kategori sangat rentan. Risiko penyalahgunaan perjalanan dinas, misalnya, menunjukkan angka 21 persen. Sama halnya dengan dimensi nepotisme dalam pengelolaan SDM, yang juga mendapatkan nilai 21 persen. Sedangkan risiko trading in influence hasilnya di angka 28 persen. Di sisi lain, risiko penyalahgunaan fasilitas kantor di Kementan juga cukup jadi perhatian, yakni sebesar 64 persen.
Sedangkan dari komponen eksternal, pengguna layanan atau vendor, yang pernah bekerja sama dengan Kementan menilai risiko pungutan liar dan suap/gratifikasi sangat rentan, masing-masing dengan nilai 1 persen dan 9 persen.
“Kendati demikian, para ahli dari eksternal memiliki penilaian berbeda terhadap Kementan. Tercatat risiko pungutan liar dan kualitas transparansi layanan sama-sama berada di angka 70 persen serta kualitas pengadaan barang/jasa bernilai 48 persen. Sehingga jika direrata, nilai SPI 2022 Kementan adalah 72.68, masih termasuk dalam kategori rentan (68-73.6),” tutupnya.
Tahun ini, KPK pun kembali melakukan SPI sebagai upaya untuk melakukan Pencegahan korupsi secara berkelanjutan. KPK mengajak masyarakat sebagai pengguna layanan KLPD, yang menjadi responden dalam survey ini, dapat memberikan jawabannya secara objektif. Dengan demikian, Masyarakat ikut berkontribusi secara nyata dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya melalui pendekatan startegi Pencegahan.