:
Oleh Yudi Rahmat, Kamis, 25 Februari 2016 | 01:44 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 226
Dewan juga konsisten mendukung LPSK sebagai lembaga mandiri dengan memperkuat jajaran strukturalnya. Wakil rakyat ini berjanji mendukung terjadinya peningkatan anggaran, mengingat banyaknya saksi dan korban kejahatan yang membutuhkan layanan LPSK.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, Komisi III sangat mendukung terjadi peningkatan anggaran pelayanan perlindungan saksi dan korban. Karena itu, Komisi III akan membahas secara lebih rinci kebutuhan anggaran LPSK pada pembahasan APBN Perubahan 2016 dan RKP 2017.
“Apakah hal itu dapat disetujui,” kata Trimedya meminta persetujuan peserta rapat saat memimpin Rapat Dengar Pendapat dengan LPSK, Rabu (24/2).
Pada RDP tersebut, hampir semua fraksi hadir, mulai dari Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, Nasdem dan Hanura. Sementara dari LPSK, hadir Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai bersama empat wakil ketua, yaitu Edwin Partogi Pasaribu, Hasto Atmojo Suroyo, Lies Sulistiani dan Teguh Soedarsono.
Banyak saran, dukungan dan kritik yang mengalir dari anggota Komisi III, khususnya dalam anggaran layanan perlindungan saksi dan korban.
Salah satu poin yang menjadi catatan penting anggota Komisi III yakni besaran anggaran yang dialokasikan untuk layanan perlindungan. Junimart Girsang dari Fraksi PDI Perjuangan menyoroti anggaran sebesar Rp60 miliar, setelah dikurangi biaya pembangunan gedung pada 2015, apakah bisa mencukupi dalam memberikan layanan perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban.
“Dengan anggaran sekarang, apakah LPSK bisa bekerja maksimal,” tanya dia.
Ruhut Poltak Sitompul dari Fraksi Demokrat menyatakan LPSK tidak usah merasa rendah diri di antara lembaga penegak hukum lainnya. Menurut dia, semua lembaga penegak hukum yang menjadi mitra kerja Komisi III, posisinya sejajar.
“Masalah anggaran itu penting. Dari semua mitra kerja Komisi III, anggaran LPSK kecil. Jangan takut, DPR siap membantu. Namun, dalam melaksanakan tugasnya, LPSK harus jemput bola, jangan hanya menunggu,” kata Ruhut.
Sedangkan Daeng Muhammad dari Fraksi PAN, menilai anggaran Rp60 miliar untuk pelayanan LPSK masih sangat sedikit dibandingkan Rp2.000 triliun lebih jumlah APBN tahun 2016.
Dengan jumlah permohonan yang masuk ke LPSK mencapai 2.000-an kasus setiap tahunnya, apalagi pemohon berasal dari seluruh daerah Indonesia, anggaran itu dirasakan sangat minim. Jika anggaran terbatas, sudah barang tentu pelayanan pun menjadi kurang maksimal.
Anggota Komisi III dari Fraksi Hanura Dossy Iskandar mengingatkan, LPSK harus mampu membangun koordinasi dan komunikasi dengan kementerian terkait lainnya dalam hal pemberian layanan perlindungan saksi dan korban.
“Banyak permohonan bantuan (medis) dan rehabilitasi yang masuk ke LPSK, anggaran harus disesuaikan. Jika tidak, bisa membuat MoU dengan instansi lain atau anggaran disebar ke lembaga lain yang korelatif,” ujar dia.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, anggaran LPSK tahun 2015 lebih kurang Rp147 miliar lebih. Dari total anggaran itu, terbagi lagi menjadi Rp87 miliar untuk pembangunan gedung dan sisanya sekitar Rp60 miliar lebih untuk pelayanan perlindungan saksi dan korban. Tahun 2016, LPSK mendapatkan kucuran anggaran Rp90,4 miliar, dimana di dalamnya masih ada peruntukkan untuk pembelian mebeler gedung baru LPSK.
Semendawai tidak menampik anggaran yang dibutuhkan LPSK dalam rangka memberikan pelayanan perlindungan terhadap saksi dan korban sangat tinggi. Jumlah anggaran yang dibutuhkan mengikuti tingginya permohonan layanan yang masuk ke LPSK setiap tahun yang menunjukkan tren peningkatan, baik bantuan medis maupun psikologis.
Khusus usulan mengenai penempatan anggaran melalui kementerian lain, menurut Semendawai, saat ini LPSK sudah membangun komunikasi dengan kementerian khususnya dalam pemenuhan rehabiltasi psikososial bagi korban kejahatan.
Terkait psikososial ini, LPSK sudah berbicara dengan sejumlah kementerian, mulai Kemsos, Kemenaker dan Kemdikbud. Bahkan, beberapa di antanya sudah memiliki MoU dengan LPSK.