- Oleh Farizzy Adhy Rachman
- Rabu, 27 November 2024 | 14:07 WIB
: Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dalam Social Security Summit 2024/Foto : Biro Humas Kemnaker
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Rabu, 27 November 2024 | 13:20 WIB - Redaktur: Untung S - 100
Jakarta, InfoPublik – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mendorong Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk menciptakan strategi terobosan guna menjaring pekerja sektor informal menjadi peserta. Hal itu disampaikan dalam pembukaan Social Security Summit 2024 bertema “Menyelamatkan Kelas Menengah & Kelompok Rentan Demi Indonesia Emas”, di Jakarta pada Selasa (26/11/2024).
Menurut Yassierli, langkah ini penting untuk melindungi pekerja informal yang rentan terhadap risiko kerja, meski pendapatan mereka tidak tetap. “BPJS Ketenagakerjaan sudah berada di jalur yang benar. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengajak pekerja informal, meskipun pendapatan mereka fluktuatif, agar tetap bisa aktif membayar iuran,” ujarnya dalam keterangan yang diterima InfoPublik pada Rabu (27/11/2024).
Selain itu, Menaker juga menekankan pentingnya pendekatan preventif, seperti yang pernah diterapkannya saat menyusun rencana di Kementerian Kesehatan pada 2015. Ia berharap konsep ini diadopsi dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. “Strategi preventif lebih efektif dan hemat biaya dibandingkan pendekatan kuratif,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan dapat memetakan risiko kecelakaan di berbagai industri dan melakukan intervensi sebelum kecelakaan terjadi. “Biaya pencegahan jauh lebih kecil dibandingkan pembayaran klaim JKK,” tegasnya.
Yassierli juga menyarankan agar strategi preventif diterapkan pada program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). BPJS Ketenagakerjaan, menurutnya, dapat berperan aktif dalam mitigasi risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan mengandalkan data dan riset yang akurat. “Mitigasi PHK memerlukan strategi yang solid dengan dukungan berbagai pihak,” tambahnya.
Selain memperluas kepesertaan di sektor informal, Yassierli menekankan bahwa jaminan sosial harus memberikan dampak signifikan bagi para peserta. “Bukan hanya soal jumlah peserta, tetapi bagaimana jaminan sosial ini benar-benar memberikan manfaat bagi mereka,” ungkapnya. Ia juga menegaskan bahwa jaminan sosial adalah hak asasi bagi semua pekerja.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa jumlah pekerja informal yang terlindungi jaminan sosial saat ini baru mencapai 9,4 juta orang dari total 40,8 juta peserta. Sementara itu, pekerja formal yang terdaftar mencapai 31 juta orang, dan pekerja konstruksi sebanyak 5,6 juta orang.
Dengan kondisi tersebut, Yassierli berharap BPJS Ketenagakerjaan terus berinovasi untuk memperluas cakupan perlindungan sosial, khususnya bagi pekerja di sektor informal yang memiliki risiko tinggi dalam pekerjaan mereka.