Kementerian ATR/BPN Gunakan Geo AI untuk Atasi Tanah Telantar di Indonesia

: Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Jonahar (Tengah). /Foto Humas Kementerian ATR/BPN


Oleh Wandi, Selasa, 26 November 2024 | 14:55 WIB - Redaktur: Untung S - 98


Jakarta, InfoPublik – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan bahwa terdapat 99.099,27 hektare (ha) tanah telantar di Indonesia, yang tersebar di 23 provinsi. Tanah-tanah ini dinilai tidak dimanfaatkan dengan optimal oleh pemiliknya, meskipun memiliki potensi besar.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) berkomitmen untuk mengembalikan fungsi tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya, melalui upaya pengawasan yang lebih ketat dan teknologi canggih.

Jonahar, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, menjelaskan bahwa pengawasan terhadap tanah telantar akan dilakukan dengan metode pengendalian yang lebih holistik, yang mencakup tahap awal, tengah, dan akhir. Salah satu langkah terbaru yang akan diterapkan adalah penggunaan teknologi Geo AI (Artificial Intelligence) untuk memantau penggunaan dan status tanah di seluruh Indonesia.

“Pemantauan ini nantinya akan dilakukan secara menyeluruh, baik di Kantor Pertahanan (Kantah), Kantor Wilayah (Kanwil), hingga Kementerian ATR/BPN pusat. Saat ini, kita sedang melakukan uji coba teknologi ini di Sulawesi Selatan,” ungkap Jonahar dalam keterangannya, Selasa (26/11/2024).

Tanah telantar yang dimaksud oleh Kementerian ATR/BPN sebenarnya memiliki potensi besar, terutama tanah pertanian. Namun, banyak pemilik tanah yang tidak memanfaatkannya sesuai peruntukan. Tanah yang seharusnya digunakan untuk pertanian kadang beralih fungsi menjadi lahan perumahan atau komersial, yang tentunya melanggar aturan tata ruang dan berisiko menimbulkan sengketa.

Jonahar menjelaskan, tanpa pengawasan yang efektif, tanah yang dibiarkan tidak terkelola dengan baik bisa dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak berhak. Hal ini menambah masalah sosial dan ekonomi, seperti terjadinya sengketa tanah antara masyarakat dan pemilik hak.

“Contoh yang sering terjadi adalah Hak Guna Usaha (HGU) yang luasnya ribuan hektare, tetapi hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan. Sehingga, tanah yang tidak digunakan akan dikuasai oleh masyarakat. Ini yang sering menimbulkan sengketa,” kata Jonahar.

Penertiban tanah telantar sendiri dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, serta Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa tidak ada tanah yang dibiarkan terlantar tanpa pemanfaatan yang jelas.

Jonahar menegaskan bahwa tugas utama Kementerian ATR/BPN ke depan adalah memastikan tidak ada tanah yang terus dibiarkan terlantar, terutama di tengah upaya untuk mendukung swasembada pangan. “Tanah telantar harus menjadi perhatian utama kita, dan harus dimanfaatkan dengan bijak sesuai aturan yang ada,” tambahnya.

Di masa depan, teknologi Geo AI diharapkan dapat mempermudah pengawasan tanah di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan data yang dikumpulkan melalui satelit dan teknologi kecerdasan buatan, pengawasan tanah akan lebih cepat dan efisien. Ini memungkinkan Kementerian ATR/BPN untuk mengambil langkah preventif lebih awal jika ada indikasi penyalahgunaan atau pelanggaran terhadap peruntukan tanah.

Kementerian juga mengimbau kepada seluruh pihak terkait untuk bekerja sama dalam menjaga keberlanjutan penggunaan tanah di Indonesia, guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan mencegah konflik pertanahan yang dapat merugikan masyarakat.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Senin, 25 November 2024 | 23:53 WIB
Menaker Yassierli Lepas 750 Peserta Program Pemagangan ke Jepang
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Rabu, 20 November 2024 | 13:50 WIB
BRIN dan UNESCAP Perkuat Kolaborasi Data Satelit untuk Mitigasi Bencana