Industri Kelapa Sawit Indonesia Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Ketahanan Energi

: Foto: Humas Ekon


Oleh Isma, Kamis, 3 Oktober 2024 | 09:29 WIB - Redaktur: Untung S - 118


Jakarta, InfoPublik – Industri kelapa sawit tetap menjadi salah satu komoditas strategis nasional, menyumbang sekitar 42 persen dari total pasokan minyak nabati dunia, dengan pangsa pasar Indonesia mencapai 60 persen dari produksi Crude Palm Oil (CPO) dunia. Total nilai ekspor produk kelapa sawit Indonesia mencapai USD40 miliar, atau sekitar 14,2 persen dari total ekspor non-migas Indonesia.

“Selain itu, industri kelapa sawit menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 2,4 juta pekebun swadaya dan secara keseluruhan, industri ini melibatkan 16 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Sektor ini berkontribusi positif pada pertumbuhan PDB sektor perkebunan, yang tumbuh 5,05 persen pada triwulan II-2024,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat berbicara dalam Seminar Policy Brief di Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga mengapresiasi policy brief terkait integrasi kebijakan tata kelola sawit berkelanjutan yang akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Strategi dan Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (SANAS KSB) 2025-2029. Pada 2015, Pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang menjadi wadah kebijakan terkait industri sawit dari hulu ke hilir.

Salah satu program yang menjadi implementasi hilirisasi sawit adalah mandatori biodiesel. Kebijakan biodiesel dimulai sejak 2009 dengan pembiayaan APBN, dan sejak 2015 beralih ke BPDPKS. Program B35 yang berjalan pada 2023 telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32,6 juta ton CO2. Pada 2024, target volume penyaluran B35 mencapai 13,4 juta KL, dengan realisasi penyaluran hingga Agustus sebesar 8,49 juta KL. Rencana mandatori B40 akan dimulai pada 2025, dengan target penyaluran 16,08 juta KL dan potensi penghematan devisa sebesar Rp158,86 triliun.

“Kami tidak ingin bergantung pada impor solar, sehingga produksi biofuel menjadi arah kebijakan masa depan. Program B35 diharapkan bisa naik ke B40, dan bahkan ke B100 dengan teknologi yang berbeda. Pemerintah akan terus mendorong ini,” ujar Menko Airlangga.

Selain itu, Pemerintah juga sedang mengembangkan palm kernel expeller (PKE) atau bungkil sawit yang berpotensi menjadi bahan pakan ternak dan dapat diolah menjadi bioetanol. Bioetanol ini diharapkan dapat diakui sebagai bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel atau SAF) dalam skema Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) yang diakui oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).

Menko Airlangga menegaskan bahwa Pemerintah siap menghadapi tantangan global, terutama terkait kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) yang mulai berlaku akhir Desember 2024. Untuk itu, Indonesia telah membangun Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan, yang mencakup kelapa sawit, kakao, karet, kopi, dan kayu, guna memastikan transparansi asal usul komoditas yang terdampak oleh EUDR.

“Komponen penting yang dipersyaratkan dalam EUDR adalah legalitas dan asal usul lahan perkebunan, yang dapat dipenuhi melalui Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dari Kementerian Pertanian,” tutup Menko Airlangga.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Isma
  • Kamis, 3 Oktober 2024 | 09:24 WIB
Indonesia Terus Jaga Pertumbuhan Ekonomi di Atas 5 Persen
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Selasa, 1 Oktober 2024 | 10:15 WIB
Menutup Masa Jabatan, Menaker Ida Fauziyah Luncurkan Buku Optimisme Ketenagakerjaan
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Kamis, 26 September 2024 | 12:00 WIB
Indonesia Komitmen Dukung Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan
  • Oleh Isma
  • Rabu, 25 September 2024 | 11:42 WIB
Indonesia Sambut Baik Implementasi IPEF