Revitalisasi KCBN Muarajambi, Langkah Awal Bangun Pusat Peradaban

: Diskusi Kebijakan dan Kebudayaan terkait Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional Candi (KCBN) Muarajambi/Foto: dok. Kemendikbudristek.


Oleh G. Suranto, Minggu, 4 Februari 2024 | 21:08 WIB - Redaktur: Untung S - 204


Jakarta, InfoPublik - Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional Candi (KCBN) Muarajambi saat ini menjadi agenda prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Revitalisasi KCBN Muarajambi diinisiasi atas dasar upaya untuk mendorong pengakuan dan usulan Muarajambi sebagai situs Warisan Dunia UNESCO.

Penataan KCBN Muarajambi akan menerapkan konsep harmonisasi dengan ekosistem alam di sekitarnya.

KCBN Muarajambi telah menjadi fokus pelestarian karena situs ini memiliki bentuk struktur bata yang khas dan nilai historis yang menarik. Berlokasi di lahan yang dikelilingi oleh parit sebagai jalur transportasi dan pengendalian banjir. Struktur bata yang telah diinventarisasi berjumlah 88 buah dengan sembilan diantaranya telah dilakukan pemugaran, yaitu Candi Astano, Candi Kembarbatu, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Gumpung, Candi Gumpung I, Candi Gedong I, Candi Gedong II, dan Candi Kedaton.

Candi Muarajambi merepresentasikan keunikan yang luar biasa dalam tradisi spiritual dan pendidikan Buddhisme di Asia Tenggara. Situs ini tidak hanya menyimpan nilai sejarah dan budaya yang mendalam, tetapi juga menjadi saksi bisu atas pertukaran pengetahuan dan nilai spiritual antar generasi.

Kawasan Candi Muarajambi memiliki luas 3.981 hektar dan telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional berdasarkan penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 259/M/2013. Pada 2022 telah dilakukan Program Revitalisasi KCBN Muarajambi yang meliputi pemugaran, perencanaan pemugaran, normalisasi parit keliling, dan penataan lingkungan.

Pada 2024 ini akan dilakukan Pembangunan Museum, Pemugaran Candi Kotomahligai dan Candi Paritduku, Perencanaan Pemugaran Candi Sialang dan Candi Alun-Alun, dan Penataan Lingkungan Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong, dan Candi Astano serta Normalisasi parit dan kolam. Pelestarian candi-candi tersebut bertujuan untuk menajamkan akal budi, menguatkan rasa kemanusiaan, serta menyusuri jejak masa lampaunya sebagai poros edukasi Budhisme tertua dengan area terluas di Asia Tenggara.

Pada Sabtu (3/2/2024) lalu, Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) mengajak media massa nasional untuk berkunjung ke kawasan Muarajambi dan mempublikasikan upaya Revitalisasi KCBN Muarajambi. Kegiatan yang bertajuk Diskusi Kebijakan dan Kebudayaan dengan Media Massa dihadiri oleh 25 wartawan dari berbagai media nasional. Kegiatan ini diawali dengan Pembukaan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan, Fitra Arda dan Kepala Unit Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V, Agus Widiatmoko.

Revitalisasi KCBN Muarajambi merupakan sebuah langkah tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam UU tersebut, ada dua hal yang dituju, yaitu berkaitan dengan ketahanan budaya serta kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia. Pelestarian KCBN Muarajambi tidak hanya berfokus pada cagar budaya, tetapi juga mengembangkan pelindungan alam dan lingkungan.

“Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam revitalisasi di kawasan ini, yaitu menjadikan kawasan ini sebagai pusat pendidikan, penguatan sumbu imajiner dengan menata kawasan candi, penguatan ekosistem melalui ekonomi kerakyatan berbasis kebudayaan takbenda,” jelas Fitra Arda dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Minggu (4/2/2024).

Dalam menjalankan aktivitasnya, kawasan ini akan dibentuk tata kelola di bawah naungan Museum dan Cagar Budaya. Untuk mendukung upaya revitalisasi ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) telah memusatkan agenda ke Muarajambi. Misalnya, untuk menguatkan nilai dari kawasan ini, Ditjenbud melaksanakan Festival Kenduri Swarnabhumi dan Pasar Dusun Karet (PADUKA). PADUKA merupakan tempat untuk menjual makanan atau minuman khas masyarakat Desa Muarajambi.

Pengembangan kawasan ini diharapkan tidak menghilangkan esensi pedesaannya dan masyarakat menjadi aktor utama dalam pengelolaannya. Selain itu, pembangunan KCBN Muarajambi juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat bahwa kebudayaan bukan sekedar cagar budaya dan seni tari, lebih dari itu, kebudayaan adalah metode dalam pembangunan dan menyiapkan fondasi dasar bagi kemajuan bangsa. “Saat ini, kebudayaan sudah tidak lagi dianggap sebagai cost, tetapi investasi jangka panjang,” ungkap Fitra.

Investasi kebudayaan berupa pementasan dalam rangka pengenalan budaya, membuka ruang inklusif yang menghubungkan kebhinnekaan, serta membangun ekonomi kerakyatan secara jangka panjang. Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V, Agus Widiatmoko, menambahkan bahwa KCBN Muarajambi jangan hanya dipandang sebagai destinasi pariwisata, melainkan sebagai pusat peradaban yang mencerminkan warisan budaya. “Kita harus melihat Muarajambi sebagai pusat peradaban yang menyediakan ruang untuk belajar dan penelitian yang mendalam,” ucap Agus.

Selain itu, peran masyarakat sangat penting untuk menjadi wahana bagi pengembangan ekonomi lokal dan pemajuan pendidikan.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 20 Desember 2024 | 21:44 WIB
Kemendikbudristek Raih Peringkat Kedua Nasional dalam Pengawasan Kearsipan 2024
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Minggu, 8 Desember 2024 | 22:53 WIB
Bapanas Serahkan Lima Mobil SPHP untuk Dukung Stabilitas Pangan di Berbagai Provinsi
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Selasa, 22 Oktober 2024 | 07:05 WIB
Nadiem Makarim Resmi Serahkan Tugas Kemendikbudristek kepada Tiga Menteri Baru
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Selasa, 22 Oktober 2024 | 07:07 WIB
Kebudayaan adalah Kekayaan Terbesar Indonesia, Siap Jadi Ibu Kota Budaya Dunia