:
Jakarta, InfoPublik - Indonesia bersama dengan Hong Kong secara resmi melakukan pertukaran informasi keuangan untuk tujuan perpajakan. Kerja sama ini diresmikan setelah dilakukannya penandatanganan Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA) di Kantor Pusat Inland Revenue Department, Hong Kong.
Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, dan Commissioner of Inland Revenue Department, Hong Kong, Mr. Wong Kuen-fai, pada Sabtu (10/6), dan disaksikan oleh Konsul Jenderal Kementerian Luar Negeri Indonesia di Hong Kong, Tri Tharyat, dan Direktur Perpajakan Internasional, P. M. John L. Hutagaol.
Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, dengan penandatanganan BCAA ini, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak memiliki akses untuk mendapatkan informasi keuangan Wajib Pajak Indonesia yang memiliki rekening keuangan di Hong Kong.
"Informasi keuangan yang diperoleh dari Hong Kong tersebut akan digunakan untuk melengkapi basis data perpajakan yang dapat digunakan untuk menguji tingkat kepatuhan perpajakan sehingga diharapkan dapat mendorong kesadaran Wajib Pajak Indonesia untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela, terutama melaporkan penghasilan dan aset keuangannya di luar negeri," kata Ken dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (16/6).
Menurutnya, perjanjian pertukaran informasi keuangan secara bilateral antara Indonesia dan Hong Kong ini dimungkinkan setelah pada 8 Mei 2017, Pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Perppu Nomor 1/2017).
Peraturan tersebut untuk mengatur mengenai wewenang Direktorat Jenderal Pajak untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dari Lembaga Keuangan di seluruh Indonesia, dan wewenang Menteri Keuangan untuk melaksanakan pertukaran informasi keuangan dengan otoritas yang berwenang di negara atau yurisdiksi lain.
Hong Kong sendiri telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan AEOI secara resiprokal dengan negara atau yurisdiksi mitranya dan akan bertukar informasi pertama kali pada tahun 2018.
Hong Kong juga telah mengesahkan peraturan domestik (legal framework) untuk pelaksanaan AEOI yaitu Inland Revenue (Amendment) (No. 3) Ordinance 2016 yang berlaku efektif mulai tanggal 30 Juni 2016.
"Penting bagi Indonesia untuk dapat melaksanakan AEOI dengan Hong Kong mengingat berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, Hong Kong menempati peringkat keempat sebagai negara asal investasi terbesar di Indonesia, yaitu sebesar USD2,2 miliar dalam 1.137 proyek pada tahun 2016," ujar Ken.
Selain itu, lanjutnya, berdasarkan data hasil program Amnesti Pajak, Hong Kong menempati urutan ketiga jumlah dana repatriasi sebesar Rp16,31 triliun dan urutan ketiga deklarasi harta luar negeri sebesar Rp58,15 triliun.
Ken menegaskan, penandatanganan BCAA ini kembali membuktikan kesungguhan Indonesia untuk memenuhi komitmen global dalam memerangi kecurangan pajak yang dilakukan perusahaan multinasional dan individu super-kaya dengan tidak melaporkan penghasilan dan harta mereka yang berada di negara lain.
"Ditjen Pajak mengimbau seluruh Wajib Pajak untuk melaporkan penghasilan dan membayar pajak dengan jujur dan benar sebagai sumber pembiayaan pemerintah untuk membangun Indonesia yang lebih makmur dan adil," pungkasnya.