Impor Alat Pencegah Pencemaran Lingkungan Bebas Bea Masuk

:


Oleh Isma, Rabu, 8 Januari 2025 | 22:24 WIB - Redaktur: Untung S - 344


Jakarta, InfoPublik - Permasalahan lingkungan hidup kini menjadi perhatian utama dunia internasional, termasuk Indonesia. Tantangan lingkungan yang kompleks membutuhkan solusi menyeluruh dan melibatkan berbagai pihak.

Menyadari pentingnya hal tersebut, pemerintah Indonesia pun terus berupaya menghadirkan kebijakan strategis, termasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2024.

PMK Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Peralatan dan Bahan yang Digunakan untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan. Peraturan ini menggantikan dan menyempurnakan aturan sebelumnya, yaitu PMK 101/2007, dengan berbagai penyesuaian yang relevan terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan saat ini.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, menjelaskan bahwa PMK 32/2024 mulai efektif berlaku pada 04 Agustus 2024. Aturan baru ini memperluas cakupan objek fasilitas yang sebelumnya hanya mencakup peralatan dan bahan untuk pengolahan limbah, kini meliputi juga pemantauan, pemrosesan, dan/atau pemanfaatan limbah. Selain itu, subjek fasilitas mencakup badan usaha berbadan hukum yang berdiri di Indonesia, seperti perusahaan manufaktur, rumah sakit, laboratorium, hingga badan usaha khusus pengelolaan limbah.

“Kami ingin memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha sekaligus meningkatkan pelayanan kepabeanan untuk mendukung upaya pengendalian pencemaran lingkungan,” ujar Budi di Jakarta, Rabu (8/1/2025).

Adanya PMK 32/2024 juga memperkenalkan perubahan signifikan dalam proses pengajuan dokumen untuk mendapatkan pembebasan bea masuk. Proses yang sebelumnya dilakukan manual, kini dapat diajukan secara daring melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). Bahkan dalam kondisi tertentu, pengajuan manual masih memungkinkan, dengan waktu penyelesaian satu hari kerja untuk manual dan lima jam kerja untuk sistem otomatis.

Selain itu, pemerintah juga memperluas sumber impor. Tak hanya dari luar daerah pabean, tetapi impor kini bisa dilakukan dari pusat logistik berikat (PLB), tempat penimbunan berikat (TPB), kawasan ekonomi khusus (KEK), atau kawasan bebas.

Meski memberikan kemudahan, Bea Cukai tetap memastikan pengawasan terhadap penggunaan fasilitas ini terjaga. Pengawasan dilakukan mulai dari proses importasi dengan pembatasan kuota barang impor hingga audit mendalam terhadap badan usaha penerima fasilitas. “Ada juga laporan tahunan yang wajib disampaikan setiap Januari selama lima tahun untuk memastikan pemanfaatan alat dan bahan sesuai peruntukannya,” ungkap Budi.

Penting dipahami bahwa tak semua barang dapat memperoleh pembebasan bea masuk. Fasilitas ini hanya berlaku untuk peralatan yang belum diproduksi di dalam negeri, atau yang sudah diproduksi tetapi tidak memenuhi spesifikasi atau jumlah kebutuhan. Barang yang memenuhi ketentuan ini ditetapkan melalui daftar barang oleh Kementerian Perindustrian.

Adanya kebijakan ini tentunya memberikan berbagai keuntungan, termasuk efisiensi biaya dan waktu bagi badan usaha. Selain itu, badan usaha dapat bekerja sama dengan pihak ketiga untuk impor barang, sehingga mendukung pihak-pihak yang bahkan belum familiar dengan proses bisnis importasi. “Kami berharap kebijakan ini tidak hanya mendorong pelaku usaha untuk lebih patuh, tetapi juga meningkatkan upaya pencegahan pencemaran lingkungan secara menyeluruh,” kata Budi.

Dengan diterapkannya PMK 32/2024, diharapkan semakin banyak badan usaha yang memanfaatkan fasilitas ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan limbah industri. Dampaknya, pencemaran lingkungan akibat limbah dapat ditekan, sementara industri pengolahan limbah tumbuh lebih pesat.

“Pengendalian pencemaran lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Kami mengajak semua pihak untuk berkomitmen dalam menjaga keberlanjutan bumi demi masa depan yang lebih baik, sekaligus mendorong pembangunan industri yang lebih ramah lingkungan” pungkas Budi