Transisi Musim Hujan, BNPB Imbau Masyarakat Waspadai Potensi Bencana Hidrometeorologi Basah

: Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam acara FMB Bicara/ SC Video FMB Bicara.


Oleh Jhon Rico, Jumat, 1 Desember 2023 | 17:09 WIB - Redaktur: Untung S - 95


Jakarta, InfoPublik - Selama November 2023, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dari 477 zona musim, sekitar 68,2 persennya sudah masuk musim hujan.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan curah hujan yang tinggi dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah. Masyarakat diimbau mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan cuaca ekstrem.

"Artinya kalau misalkan dari Juni, Juli, Agustus, September dan Oktober kita mengalami musim kering akibat dampak El Nino, sekarang kita sudah mulai bergeser ke hidrometeorologi basah yang jenis bencanaya pada dasarnya itu ada empat yang paling utama yaitu banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem dan tanah longsor," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam acara FMB Bicara melalui keteranganya, Jumat (1/12/2023).

Muhari menjelaskan, di Indonesia bencana akibat cuaca ekstrem dan banjir itu paling mendominasi. Keduanya ini menjadi penyumbang terbesar jumlah kejadian bencana di Indonesia.

"Artinya itu, hidrometeorologi basah. Ketika kita sudah mulai masuk hujan itu penyumbang terbesarnya itu dua ini, cuaca ekstrim dan banjir," ujar dia.

Ia menyatakan bahwa cuaca ekstrem didominasi pada fase panca roba dari musim kemarau ke hujan.

Hal ini dikarenakan tekanan udara secara lokal tiba- tiba mengalami perubahan. Ini biasanya yang akan menyebabkan terjadinya angin puting beliung, dan angin kencang baik yang disertai hujan maupun tidak disertai hujan.

Berdasarkan data BNPB sampai dengan 27 November 2023 , terang dia, ada 3.461 kali kejadian bencana di Indonesia.

Sejak 10 tahun lalu, jelas dia, hanya tujuh provinsi yang menjadi penyumbang terbesar bencana hidrometeorologi basah di antaranya, Aceh, Sumatra Utara atau Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

"Jadi tujuh provinsi itu menyumbang lebih dari 70 persen kejadian bencana di Indonesia," jelas Muhari.

Terkait hal itu, Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Fajar Setyawan menyatakan bahwa BNPB telah melakukan pemetaan daerah rawan bencana.

Termasuk melakukan koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait prakiraan cuaca yang bisa mengakibatkan bencana.

"Sebelum pemetaan rawan bencana, BNPB sendiri telah mengambil langkah di pencegahan dan mitigasi. Hal yang paling mudah adalah penyampaian informasi, edukasi dan komunikasi. Hal ini terus kita lakukan kepada daerah-daerah yang paling mungkin terdampak," jelas Fajar.

Hal ini bertujuan agar dampak yang disebabkan akibat bencana tidak menimbulkan korban yang besar.

"Paling tidak, dampak dari bencana khususnya orang itu bisa kita eliminir dan zero harapan kita," kata dia.

Jika terjadi bencana akibat hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem dan tanah longsor, piahaknya juga memiliki tiga fase.

Dalam hal ini, jelas dia, kepala daerah seperti bupati, wali Kota atau gubernur biasanya akan menetapkan tiga fase status darurat tersebut yakni, siaga, tanggap darurat dan transisi darurat.

Ia menjelaskan, untuk status siaga itu adalah jika potensi bencana sudah ada, namun belum terjadi. Sehingga bupati, walikota dan gubernur mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Status Siaga.

Dalam status siaga ini, BNPB melakukan penguatan-penguatan terkait peralatan, anggaran, maupun personil.

Sedangkan pada status tanggap darurat, BNPB akan lebih masif menerjunkan sumber daya di lapangan. Dimana status ini, bencana sudah terjadi.

"Kami Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB punya kewajiban bagaimana memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat terdampak seperti air, makanan, hunian sementara, kesehatan, tenda dan perlindungan kepada kelompak renta seperti manula, ibu hamil dan balita," jelas dia.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Jhon Rico
  • Jumat, 26 Juli 2024 | 20:25 WIB
BNPB Pastikan Situasi Kondusif Pascagempa M4,1 di Kuningan
  • Oleh Jhon Rico
  • Jumat, 26 Juli 2024 | 14:07 WIB
Gempa Magnitudo 4,1 Akibatkan Rumah Rusak Ringan di Kuningan
  • Oleh Jhon Rico
  • Jumat, 26 Juli 2024 | 05:48 WIB
Banjir di Halmahera Tengah Berangsur Surut
  • Oleh Jhon Rico
  • Kamis, 25 Juli 2024 | 14:19 WIB
Banjir di Halmahera Timur Surut, Warga Kembali ke Rumah