Cara Kementerian PUPR Atasi Backlog Perumahan

:


Oleh DT Waluyo, Selasa, 20 Desember 2022 | 21:39 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 5K


Jakarta, InfoPublik – Akses masyarakat terhadap rumah yang aman, terjangkau, dan layak huni, masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah hingga akhir 2022 ini. Buntutnya adalah adanya backlog rumah tangga hingga 12,71 juta.

Angka backlog, demikian kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Herry Trisaputra Zuna, diprediksi bakal terus bertambah sekitar 600.000-800.000 rumah tangga baru setiap tahunnya.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PU dan Perumahan (DJPI) terus melakukan berbagai upaya. Termasuk juga melakukan inovasi program bantuan dan pembiayaan perumahan dengan memperkuat keterlibatan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders).

Kementerian PUPR secara bertahap, menargetkan peningkatan akses masyarakat terhadap rumah layak huni dengan menyediakan berbagai program strategis.

“Pada tahun 2022, Pemerintah telah berhasil memfasilitasi 1.060.486 unit rumah melalui Program Satu Juta Rumah," kata Herry dalam kegiatan “Economic Outlook dan Prospek Sektor Perumahan Tahun 2023” dengan tema “ Property Sector Outlook: Blessing the Positive Growth, Facing the Recession Ahead” yang diselenggarakan pada Senin (19/12/2022) di Hotel Borobudur, Jakarta..

Capaian tersebut, lanjutnya, tidak terlepas dari program strategis Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan backlog dan rumah tidak layak huni khususnya bagi MBR melalui bantuan pembiayaan perumahan seperti FLPP, BP2BT, SBUM dan Tapera. Sampai dengan 16 Desember 2022, program bantuan pembiayaan perumahan telah berhasil memfasilitasi sebanyak 222.765 rumah tangga.

Kemudian pada tahun 2023, bantuan pembiayaan perumahan dialokasikan senilai Rp30,38 T untuk 230.000 unit rumah melalui program FLPP, SBUM, dan Tapera, termasuk untuk pembayaran SSB yang telah diterbitkan pada tahun sebelumnya. Alokasi anggaran tersebut adalah tertinggi dalam sejarah penyaluran program bantuan dan kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah.

“Dalam menyelesaikan backlog perumahan, pada tahun 2023 diperlukan pengembangan pembiayaan perumahan yang menyasar beberapa kelompok masyarakat seperti MBR informal, melalui skema rent to own yang dikombinasikan dengan contractual saving housing sehingga dapat mengakses pembiayaan Tapera. Lalu, masyarakat perkotaan yang diarahkan ke hunian vertikal dengan skema staircasing shared ownership (SSO), dan generasi milenial, melalui skema KPR dengan jangka waktu lebih panjang yang disesuaikan dengan housing career” jelas Herry.

Herry berharap, optimalisasi peran BP Tapera sebagai pengelola dana penyaluran KPR FLPP dan KPR Tapera dapat menjadi bagian dari solusi dalam mengatasi permasalahan perumahan di Indonesia. Terlebih pada tahun 2023, Pemerintah mengalokasikan dana FLPP sebesar Rp25,18 T untuk memfasilitasi KPR FLPP sebanyak 220.000 unit rumah, dan alokasi dana Tapera sebesar Rp0,85 T untuk memfasilitasi KPR Tapera sebanyak 10.000 unit.

“Dengan peran serta kita bersama dalam pengembangan kebijakan sektor pembiayaan perumahan kedepan, diharapkan akan terjalin sinergi, kolaborasi dan koordinasi yang lebih kuat sehingga terdapat upaya yang masif dalam menghasilkan multiplier effect tidak hanya bagi sektor perumahan itu sendiri, namun juga kepada seluruh sektor perekonomian di Indonesia,” tandas Herry yang didampingi  Komisioner BP Tapera Adi Setianto, Chief Economist Bank BTN Winang Budoyo, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ruslan Prijadi, dan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.(*)

Foto: Program Sejuta Rumah (Dok. Kementerian PUPR)