- Oleh MC PROV JAWA TIMUR
- Rabu, 8 Januari 2025 | 15:00 WIB
: Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Tuti Budirahayu Dra MSi - Foto: Mc.Jatim
Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Selasa, 7 Januari 2025 | 14:31 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 106
Surabaya, InfoPublik - Kementerian Agama Republik Indonesia mengawali tahun baru dengan memberikan wacana meliburkan sekolah selama bulan Ramadan.
Wacana tersebut salah satunya bertujuan untuk mendorong siswa dalam memahami esensi bulan suci dan memperkuat keterlibatan masyarakat serta orang tua dalam mendidik siswa. Menanggapi hal tersebut, Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Tuti Budirahayu Dra MSi turut memberikan pandangannya.
Prof Tuti mengaku sepakat dengan rencana kebijakan tersebut. Ia berpendapat, kebijakan tersebut akan memberikan banyak manfaat. “Dari sisi penguatan karakter, anak-anak bisa beribadah dengan tenang di rumah atau di masjid. Hal itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi siswa. Khususnya, dalam hal memberikan penguatan jiwa atau rohani siswa. Tidak hanya itu, bonding atau ikatan antara anak dengan orang tua dan keluarga juga semakin kuat,” tuturnya, Selasa (7/1/2025).
Penerapan kebijakan tersebut tentu saja akan membawa dampak pada bidang pendidikan dan akademik. Menurut Prof Tuti, dari perspektif pendidikan, momen liburan ini dapat menjadi kesempatan bagi siswa untuk memperkuat nilai-nilai sosial dan moral. “Saya rasa, jika libur Ramadan ini dapat termanfaatkan dengan sebaik-baiknya, akan dapat meredam berbagai perilaku negatif yang selama ini dilakukan siswa melalui berbagai bentuk kekerasan atau bullying antar teman di sekolah,” ujarnya.
Meski demikian, ia juga menyampaikan bahwa kebijakan tersebut berpotensi memberikan dampak kurang baik pada aspek akademik. Libur panjang dapat menghambat pencapaian target yang telah terancang oleh institusi pendidikan. Oleh karena itu, Prof Tuti menyarankan penambahan jam belajar sebelum atau setelah libur panjang sebagai solusi yang lebih efektif.
“Atau, kegiatan belajar yang biasanya berlangsung selama Ramadan dapat beralih ke bentuk penugasan lain yang memungkinkan siswa mengerjakannya di rumah dengan jadwal belajar yang lebih fleksibel sesuai kondisi mereka,” imbuhnya.
Selain itu, Prof Tuti juga menyoroti berbagai tantangan yang akan terjadi apabila kebijakan tersebut berlangsung. Tantangan tersebut meliputi target kurikulum sekolah hingga pengelolaan siswa non-muslim atau sekolah berbasis non-agama saat libur panjang berlangsung.
“Tetapi, hal itu bisa teratasi dengan model pembelajaran online. Namun, beban belajarnya tidak boleh terlalu banyak dan tidak mengganggu kegiatan beribadah siswa. Selain itu, untuk sekolah yang berbasis non-agama dapat memilih untuk mengikuti sistem libur Ramadan atau mereka mengelola sendiri jadwal sekolah dan belajarnya,” paparnya.
Lebih lanjut, Prof Tuti menyarankan strategi untuk selalu mempertahankan kerja sama antara tenaga pengajar dengan orang tua. Dengan tujuan agar ritme belajar murid terjaga dan tidak menurun setelah libur panjang berlangsung.
“Kerja sama antara guru dan orang tua harus kuat untuk memastikan pemantauan dan evaluasi hasil belajar siswa selama Ramadan berjalan efektif. Pengalaman dalam melaksanakan pembelajaran secara daring selama masa COVID-19 dapat menjadi acuan. Untuk itu, menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh bisa menjadi mekanisme yang relevan,”tambahnya. (MC Jatim/ida-mad/eyv)