Ketua DPRD Jatim Sosialisasi Perda Bantuan Hukum untuk Orang Miskin

: Ketua DPRD Jatim Sosialisasi Perda Bantuan Hukum untuk Orang Miskin -Foto:Mc.Jatim


Oleh MC PROV JAWA TIMUR, Selasa, 3 Desember 2024 | 18:56 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 145


Surabaya, InfoPublik – Ketua DPRD Jatim Musyafak Rouf menggelar sosialisasi Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum Untuk Orang Miskin bersama LBH Ansor Kota Surabaya, Minggu 1/12/2024) – Senin (2/12/2024)  di Swiss Bell Manyar Surabaya.

Musyafak Rouf ditemu usai sosialisasi, Senin (2/12/2024) mengatakan sepakat dengan usulan perlunya revisi Perda Jatim No.3 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum Untuk Orang Miskin. Mengingat, dari sisi waktu juga sudah cukup lama sehingga apa masih relevan atau dicabut karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Apalagi dari sisi anggaran yang diberikan kepada Organisasi Bantuan Hukum (OBH) pemberi bantuan hukum juga jauh dari ideal sehingga penyerapan anggaran menjadi tidak optimal apalagi output yang diharapkan.

“Justru saya menggelar sosialisasi Perda ini karena ingin mendapat masukan, apakah Perda Bantuan Hukum untuk orang miskin masih diperlukan (relevan) atau dicabut saja karena sudah tidak diperlukan,” jelas mantan ketua DPRD Kota Surabaya ini.

Lebih jauh Musyafak menjelaskan bahwa anggaran program bantuan hukum untuk orang miskin di APBD Jatim dialokasikan sebesar Rp.500 juta pertahun. Namun informasi yang didapat, penyerapan program tersebut rendah karena angkanya masih jauh dibanding program serupa dari Kementerian Hukum dan HAM, sehingga Perda bantuan hukum untuk orang miskin ini menjadi tak efektif.

“Informasi dari LBH Ansor Kota Surabaya untuk bantuan hukum yang diberikan OBH diberi anggaran Rp5 juta perkasus dari APBD Jatim. Sedangkan dari Kemenkumham diberikan sebesar Rp.8 juta perkasus, itupun banyak OBH masih enggan ambil kerena biaya operasionalnya bisa melebihi itu,” jelasnya.

Di sisi lain, OBH juga banyak menemui kendala sebab untuk bisa mengakses program bantuan hukum yang dibiayai pemerintah mereka harus memenuhi sertifikasi yang dilakukan setiap 3 tahun sekali. Makanya terkadang OBH tahun ini lolos sertifikasi tapi belum tentu untuk 3 tahun kedepan karena untuk biaya operasional kantor saja mereka tak sanggup sehingga banyak OBH yang gulung tikar. “Karena jumlah OBH semakin sedikit, otomatis program bantuan hukum untuk orang miskin juga tak efektif. Makanya Perda No. 3 Tahun 2015 perlu dilakukan revisi menurut saya,” tegas Musyafak.

Sebelumnya, dalam pembukaan sosialisasi, Musyafak menyatakan bahwa Perda No.3 Tahun 2015 ini tujuannya sangat baik yaitu membantu atau melakukan pendampingan dan pembelaan bagi warga miskin yang membutuhkan bantuan hukum. Mengingat, penegakan hukum di negeri ini kurang berpihak dengan orang miskin. Padahal semua orang tak mau jadi miskin tapi biasanya karena terlahir dari keluarga miskin sehingga mereka ikut jadi miskin.

“Orang tua saya dulu juga hanya seorang penjual tempe tapi saya sekarang bisa menjadi ketua DPRD Jatim padahal mimpi saja tak pernah. Percayalah kemiskinan itu bisa dirubah asal kita tekun belajar, jujur dan amanah serta mampu bermanfaat bagi orang lain. Makanya ketika jadi pemimpin tugas utamanya adalah bagaimana bisa menyelesaikan kemiskinan karena di Jatim masyarakatnya masih rentan miskin, susah cari kerja dan sering kena prank kebijakan pemerintah,” bebernya.

Ia juga mengingatkan kepada seluruh kader GP Ansor Kota Surabaya supaya tidak membela yang bayar, tetapi harus membela para kiai, ustad ataupun guru ngaji di mushola karena merekalah yang menegakkan agama Allah di tengah-tengah masyarakat. “Nahnu Ansorullah itu yang harus dibela, hidup itu tak ada yang pasti sebab yang pasti hanyalah kematian. Karena itu selama masih diberikan hidup, kita perlu meletakkan legasi dan berbuat baik kepada orang lain atau bermanfaat bagi orang lain,” pesan Musyafak kepada generasi muda NU.

Sementara itu, Mazlan Mansur yang ditunjuk sebagai narasumber sosialisasi Perda Bantuan Hukum mengatakan bahwa Perda ini perlu peremajaan (revisi) untuk menyesauaikan dengan peraturan perundang undangan yang baru. Mengingat, jumlah OBH di Jatim hanya sekitar 66 yang tersertifikasi oleh Kemekumham sehingga untuk bisa menjalankan Perda ini jelas kurang sehingga menjadi tidak efektif atau bahkan salah sasaran.

Dari sisi anggaran, jika mengacu pada Kemenkumham anggaran untuk litigasi dan non litigasi itu kisaran Rp8 juta hingga Rp10 juta perkasus. Namun di Jatim anggarannya hanya kisaran Rp 5 juta perkasus. Sehingga Pemprov Jatim perlu melakukan penyesuaian terkait anggaran litigasi maupun non litigasi, apakah melalui Revisi Perda atau Revisi Pergub Jatim.

“Kendala dari Perda Bantuan Hukum bagi orang miskin adalah terkait anggaran, jangkauan terutama unettuk masyarakat kepulauan, dan perlunya kolaborasi dengan badan penanganan hukum nasional” beber pria asli Pulau Bawean ini.

Senada, Rafiqi Anjarmara sekretaris LBH Ansor Kota Surabaya menyatakan sependapat dengan Mazlan bahwa alokasi anggaran untuk program bantuan hukum untuk orang miskin perlu ditambah. Mengingat, biaya operasional di tingkat polisi saja membutuhkan Rp3 juta, kemudian di pengadilan sekitar Rp2 juta, lalu kalau mengajukan banding tambah lagi Rp1 juta.

“Bagi seorang advocat atau pengacara bantuan hukum itu bagian dari sumpah profesi. Artinya jasa pengacara tidak harus dibayar tidak apa-apa. Tapi untuk jasa operasional itu kami tidak bisa. Makanya banyak OBH yang enggan mengambil program bantuan hukum karena untuk menutup jasa operasional saja tak cukup,” ungkap kader Ansor Surabaya ini.

Jika mengacu pada UU No.16 tahun 2011 tentang bantuan hukum yang menjadi pijakan Perda No.3 Tahun 2015, lanjut Rafiqi dana dari Kemenkumham untuk program bantuan hukum itu sebesar Rp6 miliar yang diperuntukkan 66 OBH yang dibagi lagi 38 kabupaten/kota di Jatim. Sedangkan dari APBD Jatim hanya dialokasikan sebesar Rp500 juta untuk 32 juta penduduk Jatim yang memerlukan bantuan hukum.

“Menurut saya Perda No.3 Tahun 2015 perlu direvisi. Termasuk UU No.16 Tahun 2011 karena dalam salah satu Pasalnya melarang OBH selaku pemberi bantuan hukum dilarang menerima atau meminta suatu apapun kepada penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang diwakilinya. Sudah banyak OBH yang kena sanksi sehingga mereka terdegradasi tak bisa lagi menjadi OBH,”ujarnya. (MC Prov Jatim /hjr-Pca/Eyv)

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Jumat, 27 Desember 2024 | 03:18 WIB
2024, Pemkot Surabaya Berhasil Integrasikan Layanan Kesehatan Menyeluruh
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Jumat, 27 Desember 2024 | 03:24 WIB
Eri Cahyad Pimpin Penanganan Darurat Banjir di Kawasan Gunung Anyar
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Jumat, 27 Desember 2024 | 03:13 WIB
Pemkot Surabaya Siapkan Solusi Drainase Baru Atasi Banjir di Kawasan Gunung Anyar
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Jumat, 27 Desember 2024 | 03:00 WIB
BNN Kota Mojokerto Terus Lakukan Sinergi Pentahelix
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Jumat, 27 Desember 2024 | 02:49 WIB
Pemkot Mojokerto Fokus Pembangunan Kesehatan
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Jumat, 27 Desember 2024 | 02:41 WIB
2025, Baznas Microfinance Desa Bakal Ada di Kota Mojokerto
  • Oleh MC PROV JAWA TIMUR
  • Jumat, 27 Desember 2024 | 02:35 WIB
Pemkot Mojokerto Pastikan Hunian Layak, Sehat, dan Berkelanjutan untuk Masyarakat