- Oleh MC KAB SLEMAN
- Selasa, 24 Desember 2024 | 20:56 WIB
: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman mengadakan bimtek Gerakan Bebarengan Reresik dan Olah Sampah Organik (GerBang Sik Asik) di Aula Nakula Lantai III Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman, Kamis (24/10/2024).
Oleh MC KAB SLEMAN, Jumat, 25 Oktober 2024 | 17:06 WIB - Redaktur: Santi Andriani - 189
Sleman, InfoPublik - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman mengadakan bimtek Gerakan Bebarengan Reresik dan Olah Sampah Organik (GerBang Sik Asik), Kamis (24/10/2024). Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan Hidup DLH Sleman Eni Yuliani mengatakan, perlunya upaya untuk terus menumbuhkan kebiasaan masyarakat memilah dan mengolah sampah organik di rumahnya masing-masing.
Eni selaku penggagas program inovasi GerBang Sik Asik menjelaskan, mulai Juli mendatang sampah organik tidak akan diangkut lagi oleh petugas dinas terkait. Untuk itu, setiap rumah tangga maupun instansi yang berlangganan angkut sampah, harus mengolah sampah organiknya menjadi kompos.
Untuk melihat sejauh mana program tersebut efektif, Eni mengatakan, GerBang Sik Asik akan menyasar tiga padukuhan menjadi pilot project. Tiga Padukuhan itu yakni Padukuhan Sangurejo di Kalurahan Wonokerto, Kapanewon Turi yang kemarin meraih apresiasi Kampung Proklim Nasional. Kemudian Padukuhan Kuwang di Kalurahan Argomulyo, Kapanewon Cangkringan; dan Padukuhan Mandungan I di Kalurahan Margoluwih, Kapanewon Seyegan yang merupakan dua besar Kampung Hijau Kabupaten Sleman 2024.
“Pilot project ini dilakukan dengan memberi stimulan kepada padukuhan berupa kelengkapan untuk bank sampah ataupun sedekah sampah. Lalu sampah organik yang didapat kita dorong untuk diolah menjadi pupuk kompos," ujar Eni di Aula Nakula Lantai III Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman.
Ia melanjutkan, sampah organik yang diolah selama 4-6 minggu setelah jadi kompos kemudian akan dibeli DLH dengan harga Rp1.300 per kilogramnya.
Salah satu peserta bimtek, Dimas dari Dukuh Warak Kidul, Kalurahan Sumberadi, Kapanewon Mlati, mengajukan pertanyaan terkait ada tidaknya aturan tertulis tentang pengelolaan sampah dengan cara dibakar. “Karena dilakukan oleh seorang mbah-mbah dan orang sepuh, kami kesulitan memberitahu untuk menyetop kebiasaan membakar sampah,” tanya Dimas.
Eni pun menyesalkan kebiasaan membakar sampah di masyarakat susah dihilangkan. Namun ia mendorong agar edukasi terus dilakukan. “Dengan berbagai cara dan upaya yang menarik, kita jangan lelah untuk terus mengedukasi orang-orang di sekitar kita untuk tidak membakar sampah, karena efeknya bisa mengancam udara di masa yang akan datang,” pungkas Eni. (Ais-KIM Ceria Lumbungrejo, Tempel)