Wadahi Aspirasi Buruh Terkait Penghitungan UMK, Aaf Minta Buruh Tetap Jaga Kondusivitas

:


Oleh MC KOTA PEKALONGAN, Selasa, 23 November 2021 | 14:23 WIB - Redaktur: Kusnadi - 262


Kota Pekalongan, InfoPublik  - Pemerintah Kota Pekalongan mewadahi aspirasi buruh terkait penolakan formula perhitungan angka Upah Minimum Kota (UMK) berdasarkan PP nomor 36 Tahun 2021. Formula tersebut dinilai belum mengakomodir kebutuhan buruh, terutama dalam kondisi pandemi Covid-19.

Hal ini terungkap dalam kegiatan silaturahmi dan diskusi Walikota dengan Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Pekalongan, yang berlangsung di Rumah Dinas Walikota Pekalongan (Guest House), Senin malam (22/11/2021).

Seperti diketahui, dalam Rapat Dewan Pengupahan Kota Pekalongan yang digelar Kamis (18/11/2021), unsur Dewan Pengupahan dari Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan angka UMK yang dihitung berdasarkan formula dalam PP 36 tersebut. Angka yang diusulkan yakni Rp2.156.187 atau naik Rp.16.000 dari UMK tahun 2021.

Menyikapi hal tersebut, Walikota Pekalongan, H. A. Afzan Arslan Djunaid, SE mengungkapkan bahwa pertemuan sekaligus diskusi ini digelar untuk mendengarkan keluhan dari para buruh yang tergabung dalam SPN Kota Pekalongan perihal penentuan UMK Kota Pekalongan Tahun 2022 usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan bagi pekerja atau buruh. Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Februari 2021.

Kebijakan pengupahan tersebut termasuk dalam program strategis nasional. Pada beleid terbaru ini, pemerintah daerah diwajibkan mengikuti acuan pengupahan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

“Pada malam hari ini kita berdialog dengan para buruh dan SPN tentang bagaimana penentuan Kota Pekalongan untuk Upah Minimum Kota (UMK) Tahun 2022. Di acara ini, kita ingin mendengarkan apa yang menjadi keluhan mereka, karena di penentuan upah ini, Pemerintah Pusat sudah ada PP Nomor 36 tentang penentuan upah,walaupun itu sudah ditentukan oleh PP 36, tapi kita ingin dengar keluh kesah mereka. Jadi, kita tidak ingin selama di pemerintahan sekarang di semua sektor, apapun kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dan akan ditetapkan,kita tidak ingin terkesan hanya sepihak atau tidak ada diskusi, tidak mendengarkan permasalahan di lapangan,” tutur Aaf.

Aaf, sapaan akrab Walikota tersebut meminta komitmen dari buruh agar menjadikan Kota Pekalongan tetap kondusif dengan tidak mengadakan aksi unjuk rasa di jalanan.

“Mudah-mudahan semuanya tetap kondusif dan teman-teman SPN dan buruh diharapkan bisa menjaga kondusivitas dan bisa bekerjasama dengan pemerintah, serta apapun yang bisa dilakukan bersama, bisa kita lakukan bersama,” tegas Aaf.

Sementara itu, Ketua DPD SPN Jawa Tengah Bowo Leksono, menyambut baik adanya pertemuan para buruh dengan Walikota terkait pembahasan formula perhitungan angka Upah Minimum Kota (UMK) berdasarkan PP nomor 36 Tahun 2021. Sehingga, dengan adanya pertemuan ini para buruh bisa menyampaikan keluh kesahnya dihadapan pejabat daerah setempat (Walikota), sementara Walikota bisa bertatap langsung serta menjelaskan secara runtut kondisi permasalahan yang ada.

Menurutnya, koridor UMK ini memang sangat luar biasa dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 ini,sehingga membuat instansi terkait tidak bisa berkutik dengan hal tersebut . Sementara, kondisi sebelumnya jauh berbeda, dimana UMK ini berpedoman pada kehidupan layak,sekarang kebutuhan hidup sakpenake.

“Karena pemerintah mengeluarkan regulasi yang menurut Saya tidak pro terhadap rakyat, seenaknya saja mengeluarkan aturan-aturan itu, dan dari birokrasi tidak bisa berbuat apa-apa kalau sudah ada koridor-koridor tersebut. Siapa yang berani melawan peraturan pemerintah. Ini yang menjadi persoalan,” ucap Bowo.

Bowo menyebutkan, untuk kenaikan UMK Kota Pekalongan Tahun 2022 sebesar Rp. 16 ribu dari UMK Tahun 2021. Bowo menilai, kenaikan ini terbilang sangat kecil dalam sejarah dirinya menjabat Serikat Pekerja.

“Ini sangat kecil, baru kali ini UMK naik Rp16 ribu. Dalam sejarah Saya memegang Serikat Pekerja belum pernah, biasanya diatas Rp50 ribu, Rp60 ribu, Rp70 ribu atau Rp120 ribu. Angka kenaikan ini sangat menyakitkan bagi para buruh seluruh Indonesia. Semua protes, tetapi kita tidak bisa berbuat apa-apa termasuk dinas terkait yang harus berpedoman PP itu. Saya juga masuk dalam Dewan Pengupahan Jawa Tengah, kami juga tidak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat,” pungkasnya. (Tim Komunikasi Publik Dinkominfo Kota Pekalongan)