Ubah Birokrasi Manja Jadi Melayani

:


Oleh MC Provinsi Jawa Tengah, Kamis, 7 April 2016 | 20:38 WIB - Redaktur: Tobari - 398


Surakarta, InfoPublik - Gubernur Jateng H Ganjar Pranowo SH MIP mengatakan, aparatur negara dituntut mampu memberikan pelayanan publik secara cepat, mudah, dan murah. Selain itu dalam era globalisasi dan digitalisasi seperti sekarang, aparatur pemerintah juga harus responsif, solutif, dan inovatif terhadap rakyat.

Hal itu diungkapkan Gubernur H Ganjar Pranowo saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Bagi Kepala Badan, Sekretaris, dan Kasubag Program Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Seluruh Indonesia, di Hotel Lorin Surakarta, Rabu (6/4).

"Saya tidak akan menggurui, apalagi memberikan pengarahan. Saya hanya ingin berbagi cerita, bahwa sekarang saya sedang merasakan perubahan yang dahsyat, menikmati gerakan denyut nadi perubahan terasa sekali. Perubahan reformasi birokrasi di Jateng dan daerah lain," ujar Ganjar.

Dalam rakor bertema ”Peran Pemerintah Daerah Dalam Implementasi Standarisasi, Sertifikasi, dan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Daerah” itu, gubernur menceritakan, menjadi seorang pejabat termasuk gubernur, biasanya akan mengalami cacat fisik mendadak.

Karena tiba-tiba tangan hanya bisa untuk tanda tangan, tidak bisa membuka pintu mobil sendiri, dan kaki tidak mampu berjalan untuk mengambil air di meja, sehingga semua harus dilayani.

"Kemanjaan birokrasi ini harus diubah. Birokrasi itu melayani rakyat, harus menjadi 'babu' rakyat. Jika seperti ini, maka ada harapan besar bagi publik yang menginginkan pelayanan yang cepat, murah, dan mudah, serta birokrasi bersih atau bebas dari korupsi maupun suap," katanya.

Menurut dia, salah satu faktor yang mendorong pejabat melakukan korupsi adalah adanya budaya "setoran" kepada atasan atau wajib membayar untuk menduduki jabatan tertentu. Maka seiring dengan reformasi birokrasi yang gencar dilakukan di semua lembaga pemerintahan, kondisi yang seolah sudah menjadi budaya itu harus dihilangkan.

Ganjar mencontohkan kebijakan lelang jabatan yang ia terapkan di lingkungan Pemprov Jateng. Lelang terbuka untuk posisi sekretaris daerah yang sempat ditentang oleh Kementerian Dalam Negeri dengan alasan belum ada peraturan pelaksana, tetap dilaksanakan pihaknya.

Demikian pula lelang jabatan untuk eselon, BUMD, serta jabatan strategis dan 'basah', maupun talent scouting.

"Semua berkesempatan menduduki posisi tertentu. Ini saya lakukan karena kabarnya, untuk naik pangkat harus membayar. Makanya saya menyatakan tidak ada setoran kepada atasan termasuk ke gubernur, dan saya berlakukan lelang jabatan terbuka," terangnya.

Mereka berkompetisi melalui serangkaian tes panjang dengan tim penguji yang berkompeten. Sehingga setelah lolos dan menduduki jabatan tertentu diharapkan tidak melakukan korupsi atau suap.

Bahkan gubernur meminta semua ikut mengawasi. Jika ada yang berani melaporkan adanya pejabat yang terbukti melakukan korupsi atau suap, maka dia akan menaikkan jabatan pelapor.

Sedangkan bagi pejabat yang terbukti melakukan korupsi dan suap, akan langsung dipecat. Jika gubernur yang melakukan, masyarakat dipersilakan laporkan ke KPK.

"Bahkan dengan adanya media sosial, masyarakat juga dapat ikut menjadi pengawas. Jika ada pejabat yang bekerja tidak jujur, saya bisa cek lewat masyarakat melalui media sosial dan media digital lainnya,” katanya.

Digital era kita pakai untuk reformasi birokrasi. Maka inilah seluruh aspirasi masuk ke saya dan saya minta seluruh bupati/walikota punya sarana komunikasi dengan masyarakat. “Baik sms center, facebook, twitter, email, maupun call center," katanya.

Ia berharap, melalui pendidikan dan pelatihan selama tiga hari di Surakarta ini, para peserta bisa menjadi abdi negara yang sesuai dengan yang dikehendaki publik. Mampu menghasilkan SDM yang dibutuhkan masyarakat, yaitu SDM yang responsif, inovatif, serta membangun sistem dan tata kelola pemerintah yang efektif, bersih dan taat pada aturan hukum. (Humas jateng/MCjateng/toeb)