- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Senin, 4 November 2024 | 20:55 WIB
: Menteri LHK Siti Nurbaya (Tengah) menerima kunjungan Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Yagi Tetsuta, dan delegasi Jepang di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta (Biro Humas KLHK)
Oleh Wahyu Sudoyo, Sabtu, 24 Agustus 2024 | 06:36 WIB - Redaktur: Untung S - 341
Jakarta, InfoPublik – Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Kerajaan Jepang berkomitmen untuk memperkuat kerja sama dalam menghadapi perubahan iklim, pengelolaan limbah, dan upaya konservasi lingkungan. Kerja sama itu merupakan tindak lanjut dari diskusi mendalam mengenai isu-isu kritis yang telah berlangsung di Jepang pada April 2024 lalu.
"Secara prinsip, kedua negara memiliki komitmen untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, pengelolaan limbah, dan upaya konservasi untuk mendukung kelestarian lingkungan. Isu-isu kritis tersebut telah dibahas dalam dialog kedua negara pada April 2024 lalu di Jepang, yang menyoroti dedikasi kita bersama," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Menteri LHK), Siti Nurbaya, saat menyambut kunjungan Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Yagi Tetsuta, dan delegasi Jepang di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, yang dilansir Jumat (23/8/2024).
Dalam konteks perubahan iklim, Menteri Siti menekankan perlunya kolaborasi lebih erat antara Indonesia dan Jepang dalam mengatasi perubahan iklim, sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target Kontribusi Nasional (NDC) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 98/2021. Saat ini, Indonesia sedang mempercepat implementasi mekanisme kredit Joint Crediting Mechanism (JCM) dan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI) sesuai dengan regulasi tersebut.
"Untuk itu, telah ada tim kerja KLHK yang memfasilitasi percepatan kerja sama Indonesia-Jepang terkait iklim dan karbon. Tim ini akan fokus pada penyiapan Sistem Registri Nasional (SRN), sistem Monitoring, Reporting, and Verification (MRV), sistem SPEI, dan pengembangan proyek percontohan di sektor kehutanan dan persampahan," ungkap Menteri Siti.
Mengenai pengelolaan limbah, Menteri Siti menyoroti kolaborasi antara Indonesia dan Jepang melalui JICA dalam pengelolaan merkuri dan perkembangan pengelolaan sampah di Legok Nangka, Provinsi Jawa Barat. Selain itu, kerja sama juga mencakup pengelolaan limbah elektronik yang semakin mendesak.
"Kami berharap kolaborasi yang signifikan dalam pengelolaan limbah padat, termasuk upaya untuk mempromosikan kota yang ramah lingkungan serta pengelolaan limbah berbahaya," jelasnya.
Dalam hal konservasi, kedua Menteri sepakat untuk bekerja sama dalam menggelar agenda konservasi, termasuk usulan rencana kerja sama model ekowisata di Jawa Barat.
Mengenai pengelolaan gambut, Menteri Siti mengungkapkan bahwa nota kerja sama atau Memorandum of Cooperation (MoC) antara kedua negara akan dimulai dengan studi kelayakan mengenai restorasi dan pengelolaan lahan gambut di Kalimantan Tengah.
Sedangkan untuk pengelolaan mangrove, Indonesia dan Jepang telah menjalin kerja sama sejak awal 1990-an, dimulai dengan proyek percontohan di Bali yang kemudian dikembangkan di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali sebagai pusat pengembangan mangrove dalam berbagai kerja sama internasional.
Sementara itu, Menteri Yagi Tetsuta menyatakan harapannya untuk memperkuat kerja sama dalam pengendalian iklim dan lingkungan antara Indonesia dan Jepang. Dia juga mendukung tindak lanjut kerja sama ini melalui kerja teknis bersama pada awal September mendatang.
"Baik Indonesia maupun Jepang, sama-sama menghadapi banyak tantangan lingkungan, dan memiliki pengalaman berbeda dalam penanganannya. Oleh karena itu, sangat bermanfaat untuk bertukar pengalaman, dan melakukan kegiatan bersama di lapangan," ujar Yagi Tetsuta.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Sigit Reliantoro, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Dida Mighfar, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Laksmi Dhewanthi, Sekretaris BRGM, serta berbagai unsur teknis terkait KLHK.
Inisiatif itu mencerminkan komitmen kedua negara untuk bersama-sama menangani tantangan lingkungan global dan mendorong pembangunan berkelanjutan demi masa depan yang lebih baik.