BRIN Manfaatkan Teknologi Nuklir untuk Penelitian Cagar Budaya

: Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko/ foto: Humas BRIN


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Selasa, 20 Agustus 2024 | 16:35 WIB - Redaktur: Untung S - 206


Jakarta, InfoPublik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memanfaatkan teknologi nuklir dalam penelitian cagar budaya, bersama 19 negara di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah. Penggunaan teknologi nuklir dimanfaatkan untuk karakterisasi, konsolidasi, dan preservasi warisan budaya, melalui proyek kerja sama teknis International Atomic Energy Agency (IAEA) RAS1027.

Kepala Pusat Riset Arkeometri BRIN, Sofwan Noerwidi mengatakan “Untuk karakterisasi, teknologi nuklir dimanfaatkan untuk mengetahui umur atau usia cagar budaya, misalnya dengan carbon dating, pertanggalan uranium series, dan sebagainya," kata Sofwan dikutip dari keterangan tertulis BRIN, Selasa (20/8/2024).

Hal itu ia sampaikan saat acara Regional Coordination Meeting on RAS1027, “Improving the Utilization of Nuclear Techniques for Cultural Heritage Characterization, Consolidation, and Preservation”, yang diselenggarakan BRIN di Gedung B.J Habibie, Jakarta pada Senin (19/8/2024).

Sofwan menyampaikan, teknologi nuklir dalam karakterisasi juga digunakan untuk mendeteksi komposisi mineral silika maupun unsur lainnya dalam menentukan keaslian cagar budaya berupa fosil.

“Karena definisi fosil adalah suatu tulang atau sisa jasad yang sudah mengalami proses fosilisasi (perubahan material), ini bisa dideteksi dengan teknologi nuklir. Misalnya, mengetahui komposisi mineral. Karena kalau fosil sudah banyak mineral silika, sedangkan kalau belum fosil masih kalsium, masih tulang, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Kemudian, untuk mengetahui keaslian benda cagar budaya menggunakan pemindaian micro CT-scan. Misalnya, dari kerapatan tulang, komposisi karakter struktur tulang dan gigi. Karakterisasi juga dilakukan untuk mengetahui bahan dari cagar budaya, misalnya bahan lontar (manuskrip kuno).

“Apakah manuskrip tersebut ditulis di atas daun pandan, daun palem, dan sebagainya, ini bisa dibedakan karakternya menggunakan pemindaian micro CT, dan XRF untuk mengetahui komposisi unsurnya,” papar Sofwan.

Teknologi nuklir juga digunakan untuk konsolidasi, artinya untuk menguatkan cagar budaya. Karena sifat dari cagar budaya yang biasanya fragmentaris atau tidak utuh, dan umumnya ditemukan dalam keadaan terpecah-belah.

Sementara untuk mempreservasi atau mengawetkan cagar budaya, teknologi nuklir digunakan untuk mengawetkan agar bisa diteliti dan disimpan dalam jangka waktu lama.

Pihaknya bekerja sama dengan Museum Nasional Indonesia, Museum Sangiran, dan Perpustakaan Nasional untuk mengawetkan cagar budaya tersebut dalam beberapa proyek, di antaranya, proyek fosil, tembikar, dan manuskrip.

Nantinya, teknologi nuklir juga digunakan untuk monitoring. Dengan iklim tropis seperti Indonesia, monitoring diperlukan agar ke depannya bisa mengoptimalkan lingkungan sekitar dalam mengawetkan cagar budaya yang ada di dalamnya.

Sebagai informasi, BRIN sudah memiliki beberapa teknologi nuklir yang digunakan dalam mendukung penelitian warisan budaya. Misalnya, untuk radiocarbon dengan alat Quantulus di BRIN Cibinong, XRF di BRIN Bandung, XRF portable di beberapa Kampus BRIN untuk pemindaian komposisi mineral, neutron beam dan iradiator gamma di Serpong untuk mempreservasi cagar budaya.

BRIN juga akan membangun Accelerator Mass Spectrometry (AMS) untuk mengkarakterisasi dan pertanggalan cagar budaya yang berusia ratusan ribu hingga jutaan tahun.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir BRIN, Muhayatun Santoso menambahkan, teknologi nuklir lebih akurat dalam melakukan karakterisasi dibandingkan teknik non-nuklir lainnya.

“Nuklir itu sangat spesifik, contoh untuk karakterisasi, yang bersumber dari neutron, x-ray dsb, itu dengan kadar yang sangat kecil bisa terdeteksi. Sehingga komposisi pada cagar budaya itu akan terlihat jelas, potongan-potongannya dan sambungan dengan potongan yang mana, berasal dari abad ke berapa, dsb,” ujar Muhayatun.

Menurut Koordinator Nasional Proyek RAS1027 IAEA itu, Indonesia bisa memanfaatkan fasilitas-fasilitas riset di luar negeri melalui proyek kerja sama teknis IAEA. Sementara di sisi lain, Indonesia akan membangun AMS.

“Kita ingin menyinergikan semua potensi nasional terkait dengan masalah cultural heritage ini. Tidak hanya punya fasilitas teknologi, tapi dari kerja sama teknis ini, bagaimana kita meningkatkan pengetahuan kompetensi sumber daya manusianya,” ujarnya.

Kerja sama BRIN dengan 19 negara di Asia Pasifik akan menyatukan potensi nasional, baik dari peneliti teknologi nuklir maupun arkeolog dalam riset warisan budaya.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KAB MUSI BANYUASIN
  • Jumat, 13 September 2024 | 19:53 WIB
Inovasi 'Gercep Pasti Muba': Strategi Tingkatkan Pembangunan Infrastruktur Daerah
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Kamis, 12 September 2024 | 22:10 WIB
Bappebti Setujui Kontrak Berjangka Perpetual Aset Kripto untuk Dorong Inovasi
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 11 September 2024 | 21:48 WIB
Pertamina Patra Niaga dan Semen Indonesia Jalin Sinergi Pemenuhan Energi Berkelanjutan
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 11 September 2024 | 21:23 WIB
Jakarta Perkuat Transportasi Publik, MRT Lin Timur-Barat Fase I Tahap I Resmi Dibangun
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 11 September 2024 | 21:08 WIB
BRIN Rekomendasikan Teknologi AI untuk Atasi Kebocoran Sampah Plastik ke Laut
  • Oleh MC KAB BANGKALAN
  • Rabu, 11 September 2024 | 18:52 WIB
Disdik Bangkalan Perkenalkan Joyful Learning dan Pantomime
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 10 September 2024 | 23:41 WIB
Masyarakat Antusias Nikmati Sensasi PON XXI 2024 dengan Tiket Gratis