Peneliti BRIN Publikasikan Spesies Baru Anggrek Kuku Macan Terindah di Indonesia

: Anggrek spesies baru yang ditemukan oleh peneliti BRIN, dikenal oleh masyarakat dengan nama anggrek kuku macan/ foto: Humas BRIN


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Minggu, 18 Agustus 2024 | 11:43 WIB - Redaktur: Untung S - 279


Jakarta, InfoPublik - Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuannya yakni tanaman anggrek spesies baru dari pulau Sulawesi. Anggrek spesies baru itu dikenal oleh masyarakat dengan nama anggrek kuku macan.

Anggrek genus Aerides dikenal oleh para hobiis dengan nama lokal anggrek kuku macan. Nama yang terinspirasi dari bagian dagu bunga genus ini yang berbentuk konus meliuk dan berujung runcing layaknya kuku macan. 

Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala berhasil mengidentifikasi spesies baru anggrek kuku macan dari utara pulau Sulawesi. Setelah melalui rangkaian observasi yang panjang, pada Mei 2024, Destario resmi mempublikasikan anggrek tersebut pada jurnal jurnal Edinburgh Journal of Botany sebagai spesies baru endemik Sulawesi dengan nama Aerides obyrneana.

Ia menjelaskan, sebelum spesies baru ini ditemukan, terdapat lima spesies Aerides tercatat dari Indonesia. Diantaranya  spesies Aerides odorata yang tersebar luas di Sumatera, Jawa, Kalimantan, kepulauan Nusa Tenggara, hingga Sulawesi.  Spesies Aerides endemik, A. timorana, tercatat dari kawasan kepulauan Nusa Tenggara.

Sedangkan tiga spesies endemik lainnya tercatat berasal dari Sulawesi, yaitu A. huttonii, A. inflexa, dan A. thibautiana. Sejauh ini belum ada catatan ilmiah keberadaan anggrek Aerides dari habitat alami di kawasan Maluku dan Papua.

"Spesies baru ini memiliki sosok bunga atraktif dengan kombinasi warna yang langka di genusnya, yaitu sepal dan petalnya berwarna putih keunguan dengan bibir bunga berwarna kuning cerah kehijauan," ujar Destario dikutip dari siaran pers BRIN pada Minggu (18/8/2024).

Destario mengungkapkan, “Epithet obyrneana” pada spesies baru itu, diambil dari nama mendiang Peter O’Byrne, pemerhati anggrek dan penulis berbagai referensi taksonomi anggrek di kawasan Asia Tenggara, khususnya Sulawesi. "Ia juga sosok yang pertama kali mengajarkan taksonomi anggrek secara mendalam kepada saya,” ujarnya.

Destario juga menyampaikan, anggrek yang juga dikenal dengan nama populer anggrek kuku macam tersebut hidup di habitat alaminya secara epifit, yaitu tumbuh menempel di permukaan batang pepohonan, namun tidak bersifat parasit yang merugikan pohon inangnya. Ukuran anggrek juga terbilang tidak terlalu besar. Batang berdaun hanya berukuran tinggi sekitar 10-16 centimeter (cm) saja.

Daunnya berseling memanjang seperti pita dengan bentang sepanjang 4-13 cm. Memiliki beberapa akar lekat yang panjangnya mencapai 60 cm dengan fungsi untuk menyerap kelembaban dari udara maupun dari kulit pepohonan, sekaligus sebagai tempat menyimpan cadangan air.

Saat mekar sempurna, bunganya berukuran lebar sekitar 2,4-2,6 cm. Sepal dan petal bunganya kaku dan berlilin, bibir bunganya bercuping tiga dengan cuping tengah berbentuk melebar seperti kipas (flabellate) yang terbelah membentuk 4 ruang (lobules) dengan tepi bergerigi. "Anggrek ini juga memiliki dagu bunga (spur) yang melengkung dan biasanya berisi cairan nektar bagi serangga penyerbuk,” ujar Destario.

Habitat tempat hidup anggrek Aerides obyrneana berupa tepian hutan semi-terbuka dengan sirkulasi udara yang lancar dan berintensitas cahaya sekitar 50-70 persen. Dengan memperhatikan morfologi daunnya yang sempit memanjang, memiliki jaringan daun yang cukup tebal, serta permukaan atas yang berkutikula, maka dapat diketahui bahwa anggrek ini nampaknya adaptif pada lingkungan dengan kelembaban rendah, serta suhu dan intensitas cahaya yang tinggi. Karakter morfologi demikian biasanya sangat menguntungkan untuk bertahan pada kondisi kekeringan berkepanjangan melalui penurunan laju penguapan serta mempertahankan kandungan air dalam jaringan.

Dilihat dari karakter bunganya, lanjut Destario, spesies baru anggrek dari Sulawesi itu mirip dengan spesies Aerides upcmae yang endemik Filipina dan juga A. houlletiana dari kawasan Indochina, namun memiliki perbedaan mencolok pada cuping tengah bibir bunganya yang berbentuk kipas melebar serta terbelah membentuk 4 ruang, karakter kalus yang memanjang pada permukaan cuping tengah, serta perbedaan karakter ornamen kalus di bagian dalam dagu bunganya.

Berdasarkan data distribusi yang ada saat ini, anggrek Aerides obyrneana dianggap sebagai spesies endemik Sulawesi dengan jangkauan sebaran alami yang terbatas. Dengan ketersediaan data yang masih terbatas, status konservasi spesies baru ini diusulkan untuk masuk pada kategori kritis (Critically Endangered) berdasarkan kriteria IUCN Redlist (International Union for Conservation of Nature).

Selain ancaman konversi habitat alami, kekhawatiran lain datang dari potensi ancaman pengambilan tak terkendali di alam untuk memenuhi permintaan perdagangan komersial. Biasanya, kemunculan spesies baru anggrek akan mendorong permintaan yang tinggi dari para hobiis untuk mendapatkannya. Terlebih anggrek A. obyrneana ini memiliki bunga dengan bentuk bibir bunga dan kombinasi warna unik yang sangat atraktif. Bahkan bisa disebut sebagai spesies anggrek Aerides paling indah di Indonesia.

"Maka dari itu, penting adanya kerjasama berbagai pihak, termasuk dari komunitas hobiis, untuk secara bersama-sama melakukan upaya pelestarian berkelanjutan agar perhiasan belantara ini tak kunjung punah," pungkas Destario.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 18 September 2024 | 13:31 WIB
BRIN- MAB-UNESCO Tingkatkan Konservasi Cagar Biosfer melalui Periodic Review
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 11 September 2024 | 21:08 WIB
BRIN Rekomendasikan Teknologi AI untuk Atasi Kebocoran Sampah Plastik ke Laut
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 10 September 2024 | 18:18 WIB
BRIN Dorong Inovasi Penanganan Sampah Plastik di Laut untuk Jaga Ekosistem Laut Indonesia
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 10 September 2024 | 18:13 WIB
BRIN Ciptakan Purwarupa Sistem Jaringan Detektor Bawah Air
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Selasa, 10 September 2024 | 15:54 WIB
Mengenal Karst Sagea, Destinasi Riset Keanekaragaman Hayati di Halmahera Tengah
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 9 September 2024 | 13:12 WIB
Poltek Nuklir Tingkatkan Kompetensi Mahasiswa dengan Sertifikasi dan Program MBKM
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 4 September 2024 | 14:15 WIB
BRIN Imbau Pentingnya Perlindungan Kekayaan Intelektual untuk Cegah Biopiracy
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 3 September 2024 | 15:14 WIB
BRIN Tegaskan Komitmen Cegah Wabah Mpox di Indonesia melalui Riset Terintegrasi