- Oleh Putri
- Senin, 11 November 2024 | 19:50 WIB
: Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono dalam acara Navigating Antimicrobial Stewardship in Indonesia and Diabetic Foot Ulcer (DFU) Infections Management/Foto: Kemenkes
Jakarta, InfoPublik - Penggunaan antibiotik yang berlebihan, tidak tepat waktu, dan tidak sesuai indikasi medis berpotensi menyebabkan resistensi antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR). Ini mengakibatkan infeksi pada pasien bertambah parah dan dapat menyebabkan angka kematian tinggi.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono dalam acara Navigating Antimicrobial Stewardship in Indonesia and Diabetic Foot Ulcer (DFU) Infections Management pada Rabu (7/8/2024) mengatakan bahwa resistensi antimikroba telah menjadi ancaman besar.
Berdasarkan data global pada 2019 menunjukkan 1,2 juta kematian disebabkan bakteri yang resisten terhadap antimikroba. Lebih mengkhawatirkan lagi, sebuah studi memprediksi bahwa tanpa pengendalian yang efektif, akan ada 10 juta kematian per tahun pada 2050.
“Inilah mengapa AMR disebut sebagai silent pandemic. Situasi resistensi antimikroba di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Terdapat lebih dari 400 ribu orang meninggal akibat sepsis, dengan 34 ribu diantaranya disebabkan oleh resistensi antimikroba,” kata Wamenkes Dante melalui keterangan resminya Kamis (8/8/2024).
Lanjutnya, data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online menunjukkan bahwa 25 persen kematian akibat sepsis berasal dari pasien rawat inap pada 2023, dengan Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah kasus tertinggi.
Untuk mengatasi ancaman ini, Wamenkes Dante mengatakan prinsip pengendalian resistensi antimikroba adalah dengan mencegah infeksi dan menerapkan penggunaan antimikroba secara bijaksana atau dikenal dengan penatagunaan antimikroba (antimicrobial stewardship).
Kementerian Kesehatan juga aktif dalam mempromosikan pengendalian resistensi antimikroba untuk meningkatkan kesadaran di antara semua pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan dan regulator.
“Inisiatif GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat) dimasyarakat juga menjadi bagian penting dari upaya ini,” kata Wamenkes Dante.
GeMa CerMat merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menggunakan obat dengan benar, meningkatkan kemandirian dan perubahan perilaku masyarakat dalam memilih dan menggunakan obat secara benar.
Wamenkes Dante menyoroti pentingnya pendekatan One Health dan keterlibatan mitra, sektor swasta, dan masyarakat untuk memperkuat penggunaan antimikroba secara bijak di Indonesia. Perjuangan melawan resistensi antimikroba bukan hanya tantangan ilmiah atau medis, tetapi juga tanggung jawab bersama.
“Dengan bekerja sama, kita dapat menjaga efektivitas penggunaan antimikroba secara bijak dan melindungi kesehatan generasi masa depan kita,” tegas Wamenkes Dante.