- Oleh Eko Budiono
- Kamis, 12 Juni 2025 | 11:27 WIB
: Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA, mewakili Menteri Dalam Negeri RI dalam pembukaan Climate Resilience and Innovation Forum (CRIF) 2025 yang diselenggarakan oleh UCLG ASPAC di Jakarta, Rabu (21/5/2025).Dok.Ditjen Bina Adwil Kemendagri
Oleh Eko Budiono, Kamis, 22 Mei 2025 | 20:54 WIB - Redaktur: Untung S - 393
Jakarta, InfoPublik – Dalam upaya serius menghadapi tantangan perubahan iklim, sepuluh kota di Indonesia telah mengambil langkah progresif dengan menyusun Climate Action Plan (CAP) – sebuah dokumen rencana aksi iklim berbasis lokal. Inisiatif itu didukung penuh oleh program Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC) bersama UCLG ASPAC, yang membantu pemerintah daerah mengintegrasikan isu iklim ke dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran.
Kota-kota seperti Pekanbaru, Bandar Lampung, Pangkalpinang, dan Samarinda bahkan telah mengalokasikan anggaran khusus dalam APBD 2025 untuk implementasi aksi iklim, dengan porsi bervariasi antara 0,56 persen hingga 4,32 persen dari total belanja daerah.
Hal itu disampaikan oleh Safrizal ZA, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, dalam pembukaan Climate Resilience and Innovation Forum (CRIF) 2025 di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
"Ini bukti nyata komitmen daerah dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. CAP tidak hanya sekadar dokumen, tapi sudah diikuti dengan alokasi anggaran konkret," tegas Safrizal.
Safrizal menekankan, Kementerian Dalam Negeri telah memberikan pedoman bagi pemerintah daerah untuk memasukkan isu lingkungan hidup dan perubahan iklim ke dalam dokumen perencanaan seperti RPJMD, RPJPD, dan RKPD. "Dengan pendekatan terstruktur, aksi iklim tidak lagi parsial, tetapi menjadi bagian integral dari pembangunan daerah," jelasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya kolaborasi multi-pihak, termasuk pemanfaatan pendanaan dari APBN, APBD, dan sektor swasta, untuk memastikan program-program iklim berjalan efektif. "Target pengurangan emisi gas rumah kaca dan ketahanan iklim harus diwujudkan melalui sinergi semua pihak," tambahnya.
Melalui program CRIC, kota-kota perintis seperti Pekanbaru dan Samarinda tidak hanya menyusun CAP, tetapi juga membangun kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola risiko iklim. "Dari analisis kerentanan hingga penyusunan rencana aksi, kami mendampingi daerah agar kebijakan iklim berbasis data dan kebutuhan lokal," jelas perwakilan UCLG ASPAC.
Keberhasilan sepuluh kota ini diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. "Kami mendorong lebih banyak kota untuk mengikuti langkah ini. Krisis iklim butuh respon kolektif, dan pemerintah daerah adalah ujung tombaknya," pungkas Safrizal.
Forum CRIF 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen global dalam pembangunan berkelanjutan. Dengan semakin banyaknya daerah yang mengadopsi Climate Action Plan, Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam memitigasi dampak perubahan iklim sekaligus membangun ketahanan iklim dari tingkat lokal.