Rabu, 23 April 2025 8:52:50

Menko Kumham Imipas: Pidana Mati tak Dihapus tapi Bersifat Khusus

: Petugas menggiring terpidana mati kasus narkoba asal Prancis Serge Atlaoui (tengah) usai diperlihatkan kepada media sesaat sebelum dipulangkan ke negaranya di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (4/2/2025). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kumham Imipas memulangkan terpidana mati tersebut berdasarkan kesepakatan Pemerintah Indonesia dan Prancis, atas dasar kemanusiaan karena Serge sakit. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/Spt.


Oleh Eko Budiono, Kamis, 10 April 2025 | 12:16 WIB - Redaktur: Untung S - 197


Jakarta, InfoPublik  - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan, bahwa pidana mati dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP terbaru) tidak dihapuskan.

Akan tetapi, ditempatkan sebagai sanksi pidana bersifat khusus dan dijatuhkan serta dilaksanakan secara sangat hati-hati.

"Bagaimanapun hakim dan Pemerintah merupakan manusia biasa yang bisa saja salah dalam memutuskan," ujar Yusril melalui keterangan resminya, Kamis (10/4/2025)

Yusril menyatakan, bahwa pendekatan kehati-hatian tersebut berasal dari penghormatan terhadap hak hidup sebagai anugerah Tuhan Yang Mahakuasa.

Oleh karena itu, pidana mati hanya dijatuhkan untuk berbagai kejahatan berat tertentu dan tidak boleh dilaksanakan tanpa pertimbangan mendalam.

Menurut Yusril, jika suatu kesalahan terjadi dalam menjatuhkan dan melaksanakan pidana mati, konsekuensinya tidak dapat diperbaiki.

Pasalnya, orang yang sudah dihukum mati tidak mungkin dihidupkan kembali sehingga kehati-hatian merupakan prinsip yang mutlak.

Maka dari itu, dalam KUHP terbaru, dia menyebutkan pidana mati tidak serta-merta dilaksanakan setelah putusan pengadilan, tetapi hanya dapat dieksekusi setelah permohonan grasi terpidana ditolak oleh Presiden.

Dengan demikian, lanjut dia, permohonan grasi atas penjatuhan pidana mati wajib dilakukan, baik oleh terpidana, keluarga, maupun penasihat hukumnya, sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Ia mengungkapkan, bahwa Pasal 99 dan 100 UU No. 1/2023 tentang KUHP memberi ruang kepada hakim untuk menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.

"Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, Presiden dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup," ucap Yusril.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Eko Budiono
  • Rabu, 9 April 2025 | 22:58 WIB
RI Buka Peluang Kerja Sama Pemindahan Narapidana dengan Swiss