- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Sabtu, 21 Desember 2024 | 21:20 WIB
: Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus Koordinator Stranas PK, Pahala Nainggolan (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Selasa, 19 November 2024 | 18:00 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 414
Jakarta, Infopublik – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) kembali mengingatkan pemerintah untuk memperbaiki ketepatan sasaran dalam penyaluran subsidi listrik.
Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus Koordinator Stranas PK, Pahala Nainggolan, menekankan bahwa rekomendasi perbaikan subsidi listrik ini sesuai dengan Aksi Pencegahan Korupsi Stranas PK nomor 10 di fokus 2 tentang Keuangan Negara, khususnya mengenai interoperabilitas nomor induk kependudukan (NIK).
“Kami ingin mengingatkan pemerintah baru bahwa ketepatan sasaran dalam penyaluran subsidi listrik adalah kunci untuk menekan potensi kerugian negara. Subsidi harus tepat mengalir kepada mereka yang benar-benar membutuhkan," ujar Pahala dalam Media Briefing “Upaya Penyelamatan Potensi Kerugian Negara pada Subsidi Listrik Tidak Tepat Sasaran” di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Sebelumnya, KPK telah menyampaikan rekomendasi terkait ketepatan subsidi listrik ini melalui surat kepada Presiden pada 17 November 2023; dan Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 28 November 2023, yang menyoroti akurasi data penerima subsidi listrik.
Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Stranas PK meliputi beberapa poin. Pertama, mengoptimalkan penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) berbasis NIK sebagai target penerima subsidi listrik yang ditujukan untuk masyarakat miskin, serta mendorong PT. PLN untuk melengkapi elemen data NIK dari penerima subsidi listrik.
“DTKS ini kan terus bergerak dan terus dipadankan dengan NIK dari Dukcapil oleh Kemensos, yang datanya update setiap bulan. Sehingga, jika penerima meninggal dunia, memiliki data ganda, atau sudah tidak masuk lagi dalam kategori miskin, bisa langsung diputus. Ini akan lebih mengoptimalisasi bantuan subsidi listrik agar tepat sasaran,” jelas Pahala.
Kedua, pemerintah bisa menerapkan harga listrik yang sama, baik untuk subsidi maupun nonsubsidi. Sementara, subsidi listrik bagi masyarakat miskin dapat dialihkan ke dalam bentuk bantuan langsung tunai (cash transfer) dengan skema Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN), menggantikan subsidi harga komoditas. Dikutip dari laman PT. PLN, selama ini pemerintah memberikan subsidi listrik untuk konsumen rumah tangga daya 450 VA sebesar Rp80.000/konsumen per bulan, dan untuk konsumen rumah tangga daya 900 VA dengan rata-rata Rp90.000/konsumen per bulan.
Rekomendasi ketiga adalah peninjauan kembali Permen ESDM No. 3 Tahun 2024, terutama ketentuan yang mengotomatisasi pemindahan pelanggan 900 VA nonsubsidi ke subsidi jika terdaftar di DTKS, melalui mekanisme pengajuan, bukan otomatisasi. Keempat, mengupayakan pengelolaan data penerima subsidi listrik dikelola oleh Kementerian ESDM untuk memastikan akuntabilitas serta efektivitas dan efisiensi interoperabilitas data antar-kementerian.
“Stranas kan menunjuk kementerian apa harus bikin apa. Jadi, Stranas menunjuk Kementerian ESDM untuk mengelola datanya, jangan di PLN lagi supaya tidak ada penyalahgunaan di lapangan. Sementara sekarang, kita minta PLN untuk betulin data (ID pelanggan ditambahkan NIK), dan meminta Kementerian ESDM untuk merapikannya dalam DTKS,” tutur Pahala.
Tambahan informasi, temuan Stranas PK berdasarkan data pelanggan per April 2023, terpotret potensi kerugian akibat subsidi listrik yang tidak tepat sasaran mencapai Rp1,2 triliun per bulan. Hal ini disebabkan sebagian besar ID pelanggan PLN yang menerima subsidi 450 VA atau 900 VA belum terhubung dengan NIK, sehingga sulit dipadankan dengan DTKS yang ditujukan untuk masyarakat miskin.
Dari total 33.041.512 pelanggan PLN yang mendapat subsidi listrik 450 VA atau 900 VA, hanya 50,25 persen atau 16.601.914 pelanggan, yang NIK-nya sudah padan dengan DTKS. Sementara, sebanyak 1.059.230 penerima subsidi pada pelanggan 450 VA memiliki saluran listrik lebih dari satu, dan 866.060 pada penerima subsidi listrik untuk pelanggan 900 VA, terindentifikasi meninggal dunia, memiliki saluran lebih dari satu, bahkan tidak ada di DTKS.
“Kita dorong juga supaya 866.060 data penerima subsidi listrik golongan 900 VA kategori non-DTKS, dengan status meninggal dan lebih dari satu ID pelanggan untuk segera dinonaktifkan,” tegas Pahala.