:
Oleh Yudi Rahmat, Senin, 5 September 2016 | 09:59 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 294
Jakarta, InfoPublik - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Nawawi Bahrudin menilai sering terjadi seorang jurnalis atau wartawan korban tindak kekerasan memilih untuk tidak melanjutkan proses hukum.
Menurutnya, sukses tidaknya proses hukum untuk mencari keadilan bagi seorang jurnalis yang menjadi korban tindak kekerasan itu tergantung dari keseriusan korban dan media tempatnya bekerja.
Ia mengatakan, ada kasus di mana hal itu terjadi karena kasus kekerasan itu justru dimanfaatkan pihak perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. "Bukan diberikan perlindungan, malah jadi alat tawar, untuk mendapat iklan, jadinya paid jurnalisme." ujar Nawawi dalam diskusi bersama KJI dan IJF, di gedung Graha Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS), di Jakarta, Minggu (4/9).
Model penyelesaian seperti itu menurutnya justru malahan merusak posisi tawar para wartawan di hadapan aparat, dan tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku. Dengan demikian tidak akan ada jaminan kedepannya tidak ada lagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan. "Model penyelesaian ini tidak boleh berulang, profesi jurnalis harus dihormati," katanya.
Ia menambahkan, model seperti itu juga akan membuat aksi-aksi solidaritas yang dilakukan wartawan lain, seperti menggelar aksi protes hingga menyampaikan protes langsung ke pimpinan lembaga tempat si pelaku bekerja, akan menjadi sia-sia.
Sementara itu, Ketua Umum Poros Wartawan Jakarta (PWJ), Tri Wibowo Santoso mengatakan pihaknya akan menggalang kekuatan dengan membentuk Aliansi Wartawan.
Alasan pembentukan aliansi tersebut bertujuan untuk menyelesaikan persoalan kekerasan terhadap jurnalis, khususnya dari aparat TNI yang melakukan penganiayaan pada dua orang jurnalis di Medan. “Hasilnya mau dibentuk aliansi wartawan. Mendorong kasus di Medan agar pelaku dipidanakan,” kata Bowo
Selain itu, salah satu bentuk protes yang dilakukan Aliansi Wartawan tersebut juga dikatakan Bowo, pihaknya akan menyerahkan poster wartawan yang dianiaya oleh oknum aparat TNI AU kepada Presiden Joko Widodo.“Kami juga akan menyerahkan poster korban ke Jokowi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bowo juga mengutuk berbagai aksi kekerasan kepada wartawan. Bahkan dalam kasus yang terjadi saat bentrok antara TNI AU dengan warga di Sari Rejo, Medan Polonia, Medan, Sumatera Utara tersebut, Bowo pun mendesak agar tidak hanya pelaku saja yg ditindak, melainkan komandan satuannya juga. “Pemidanaan tidak hanya berlaku bagi pelaku. Tapi bagi komandannya juga harus dipidanakan,” tukasnya.
Bahkan jurnalis senior ini juga mendesak agar proses hukum yang dilakukan tidak hanya menggunakan peradilan militer. Hal ini dinilai peradilan militer condong tidak menyajikan hasil keadilan yang tuntas dan gamblang. “Proses hukum harus melalui peradilan koneksitas, karena penyelesaian malui peradilan militer hasilnya absurd,” tutupnya.