Seimbangkan Neraca Perdagangan dengan AS, ESDM Usulkan Penambahan Impor Migas

: Sejumlah karyawan melakukan survei potensi bahaya di sekitar lokasi pompa minyak ladang sumur Blok Rokan areal kerja Rantau Bais di Kecamatan Tanah Putih Rokan Hilir, Riau, Selasa (4/2/2025). Pemerintah melalui Kementerian ESDM berupaya meningkatkan lifting minyak di Blok Rokan Riau dengan cara pendekatan intervensi teknologi lewat Enchanced Oil Recovery (EOR), membangun kontruksi pada sumur-sumur yang sudah selesai eksplorasi tetapi belum Plan of Development (PoD) dan mengaktifkan kembali sumur-sumur idle well lewat teknik pengeboran dari vertikal menjadi horizontal sehingga lifting di blok minyak terbesar yang pada tahun 2024 sebanyak 58 juta barel tersebut dapat meningkat pada tahun ini. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/YU


Oleh Eko Budiono, Selasa, 15 April 2025 | 17:31 WIB - Redaktur: Untung S - 142


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan penambahan kuota impor minyak, dan LPG (migas) dari Amerika Serikat senilai lebih dari 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp167,73 triliun (kurs Rp16.773 per dolar AS), sehingga neraca perdagangan antara Amerika Serikat dengan Indonesia dapat diseimbangkan.

Hal tersebut disampaikan  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, melalui keterangan resmi, Selasa (15/4/2025).

Adapun yang menjadi alasan Amerika Serikat mengenakan Indonesia tarif resiprokal sebesar 32 persen, tutur Bahlil, adalah ketidakseimbangan neraca perdagangan antara kedua negara tersebut.

“Data BPS mengatakan surplus Indonesia 14,6 miliar dolar AS. Maunya Amerika seperti apa? Agar neraca perdagangan kita seimbang,” ucap Bahlil.
 
Oleh karena itu, Bahlil sekaligus menyampaikan tidak ada rencana pemerintah untuk melobi Amerika Serikat dengan mineral kritis.

Yang menjadi permasalahan adalah keseimbangan neraca perdagangan, bukan masalah lain-lainnya. Akan tetapi, lanjut dia, apabila Amerika Serikat ingin membicarakan kerja sama mineral kritis dengan Indonesia, maka pemerintah terbuka untuk membahas hal tersebut.

“Tidak ada kaitannya mineral kritis dengan perang tarif ini. Bahwa kemudian ada komunikasi bilateral mereka butuh mineral kritis kita, kami terbuka. Kami sangat terbuka dan senang,” kata Bahlil.

Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025 mengumumkan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Indonesia terkena tarif resiprokal 32 persen, sementara negara-negara ASEAN lainnya, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen dan Vietnam 46 persen.

Akan tetapi, pada Rabu (9/4/2025) sore waktu AS, Trump telah mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang, namun tetap menaikkan bea masuk kepada Tiongkok.

Negara yang rencananya dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, yang mana untuk baja, aluminium, dan mobil akan sama.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Eko Budiono
  • Kamis, 24 April 2025 | 13:38 WIB
Kementerian ESDM: RUPTL 2025-2034 sudah Rampung
  • Oleh Eko Budiono
  • Rabu, 23 April 2025 | 17:17 WIB
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, PLN Jaga Stabilitas Tarif Listrik
  • Oleh MC KOTA TIDORE
  • Senin, 21 April 2025 | 15:28 WIB
Polda Maluku Utara Tegaskan Komitmen Berantas Tambang Ilegal
  • Oleh Eko Budiono
  • Senin, 14 April 2025 | 07:31 WIB
Wamenlu: Dinamika Global Jadi Momentum Reformasi Multilateral
  • Oleh Eko Budiono
  • Jumat, 11 April 2025 | 07:34 WIB
RI sudah Ajukan Pertemuan Bilateral Prabowo dengan Trump
  • Oleh Eko Budiono
  • Kamis, 10 April 2025 | 10:57 WIB
Menaker Siap Tindak Lanjuti Arahan Presiden soal Satgas PHK
  • Oleh Eko Budiono
  • Rabu, 9 April 2025 | 17:33 WIB
Tarif Resiprokal AS Jadi Momentum Reformasi Regulasi
  • Oleh Eko Budiono
  • Rabu, 9 April 2025 | 16:29 WIB
Tarif Resiprokal AS, Ekonom Sarankan Diversifikasi Ekspor