APBN 2024 Difungsikan sebagai Shock Absorber

: Foto: Ismadi Amrin/InfoPublik


Oleh Isma, Senin, 6 Januari 2025 | 19:27 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 285


Jakarta, InfoPublik - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 difungsikan sebagai shock absorber untuk melindungi masyarakat dari dampak gejolak global dan mendukung momentum pembangunan secara optimal.

Menkeu mengatakan bahwa ketidakpastian global di tahun 2024 masih tinggi, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti El Nino, tensi geopolitik, dan perlambatan ekonomi global.

Namun, ekonomi Indonesia tetap menunjukkan resiliensi, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil, inflasi yang terkendali, surplus neraca perdagangan, serta tingkat suku bunga dan nilai tukar yang relatif moderat dibandingkan negara lain.

“Kita bersyukur dan optimis dengan pengalaman-pengalaman sejak dari Covid, geopolitik dan ketidakpastian, kita mampu merespon (melalui kebijakan dalam) APBN yang terus bisa mengurangi resiko bagi masyarakat,” jelas Menkeu dalam Konferensi Pers APBN KiTa Awal Tahun di kantor pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (6/1/2025).

Ekonomi Indonesia yang resilien ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang selalu terjaga di level 5%, penurunan angka pengangguran ke level 4,9%, penciptaan 4,8 juta lapangan kerja baru, dan penurunan tingkat kemiskinan menjadi 9%, dan kemiskinan ekstrim turun di 0,8%. Selain itu, ketimpangan ekonomi juga berhasil ditekan, mencerminkan arah kebijakan yang inklusif.

Beberapa catatan penting terkait pelaksanaan APBN 2024 di antaranya adalah defisit APBN terkendali pada level aman 2,29% terhadap PDB; pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 3,6%, didukung efektivitas reformasi perpajakan; dan penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp579,57 triliun, melebihi target, berkat kinerja positif BUMN dan inovasi layanan.

Sementara itu, belanja negara tumbuh sebesar 7,3% (yoy), fokus pada perlindungan sosial seperti bantuan pangan, subsidi pupuk, dan program pendidikan (KIP, KIP Kuliah); dan primary balance defisit Rp19,4 triliun, tetap dalam batas risiko yang manageable.

Realisasi sementara pelaksanaan APBN 2024 adalah sebagai berikut: pendapatan negara mencapai Rp2.842,5 triliun (101,4% diatas target APBN); realisasi belanja negara mencapai Rp3.350,3 triliun; sehingga realisasi defisit APBN 2024 adalah sebesar Rp507,8 triliun (2,29% PDB).

“APBN 2024 yang terus bekerja dengan sangat keras namun tetap juga menjadi instrument yang diandalkan dan tetap kredibel. Di tengah gejolak global, APBN kita terus menjadi peredam shock dan dan juga melindungi masyarakat baik yang paling rentan bahkan kepada kelas menengah (melalui) berbagai subsidi dan kompensasi,” ujar Menkeu.

Menkeu menegaskan bahwa kinerja APBN 2024 tetap sehat dan kredibel. Dengan modal ini, pemerintah optimis untuk menjalankan APBN 2025 dengan baik walaupun diperkirakan tetap akan ada dinamika global yang harus terus diantisipasi dampaknya bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengatakan bahwa ditengah ketidakpastian global dan moderasi harga komoditas, kinerja pendapatan negara tahun 2024 mampu mencapai Rp2.842,5 T atau 101,4% dari target APBN 2024, tumbuh positif 2,1% yoy.

Penerimaan pajak sampai dengan 31 Desember 2024 mencapai Rp1.932,4 T atau 100,5% dari target, tumbuh 3,5% yoy. Pertumbuhan penerimaan pajak ini didorong oleh pertumbuhan dari jenis penerimaan pajak utama.

“Kalau kita lihat masuk lagi ke dalam, penerimaan pajak yang sifatnya transaksional, apakah itu PPh 21, PPh final, dan PPh dalam negeri. PPh dalam negeri itu tumbuhnya double digit, karena ada beberapa aktivitas di dalam pembayaran gaji, THR, dan aktivitas ekonomi retail yang juga membaik,” kata Anggito.

Kemudian, lanjut Anggito, dari sisi kepabeanan dan cukai tahun 2024 terealisasi Rp300,2 T atau 101,3% dari target, tumbuh 4,9% yoy. Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai dipengaruhi oleh kinerja ekspor-impor dan terjadinya fenomena downtrading.

“Kalau kita lihat bea dan cukai itu Rp300 triliun, ini tumbuhnya 4,9% karena aktivitas ekspor dan impor. Namun juga ada tekanan dari sisi turunnya tarif efektif Bea Masuk karena FTA dan juga karena sisi positifnya ada relaksasi dari ekspor mineral dan juga peningkatan harga CPO. Di semester 2 kita lihat bahwa dampak dari kenaikan CPO pada Bea Keluar cukup signifikan. Kinerja cukai tumbuh 2% karena ada beberapa policy-policy di beberapa jenis rokok maupun di beberapa layer dan terjadi downtrading,” jelas Anggito.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun 2024 mencapai Rp579,5 T atau 117% dari target, ditopang kinerja BUMN, inovasi layanan, dan peningkatan kinerja BLU yang semakin baik.

“Untuk kinerja pendapatan 2024 ini kita harapkan akan menjadi suatu based line yang akan kita upayakan akan peningkatan tahun 2025,” pungkas Anggito.

Realisasi belanja negara tahun 2024 sebesar Rp3.350,3 T atau 100,8% dari target, tumbuh 7,3% yoy, terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.486,7 T dan transfer ke daerah sebesar Rp863,5 T.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, belanja negara tahun 2024 tersebut dioptimalkan sebagai shock absorber dan agent of development ditengah perekonomian global yang masih dibayangi risiko dan ketidakpastian yang tinggi.

“Belanja negara adalah alat shock absorber dan juga adalah agent of development. Kita menggunakan belanja negara sebagai shock absorber untuk mengelola perekonomian yang dibayang-bayangi oleh resiko ketidakpastian yang tinggi,” ungkap Suahasil.

Sebagai shock absorber, belanja negara melindungi rakyat dan menjaga stabilitas ekonomi melalui berbagai kebijakan. Bantuan pangan untuk mitigasi dampak El Nino. Stabilisasi pasokan harga pangan untuk stabilisasi harga pangan. Subsidi dan kompensasi energi untuk stabilisasi harga BBM, listrik, dan LPG. Subsidi pupuk untuk melindungi dan meningkatkan produktivitas petani. Bantuan sosial diberikan melaluiPKH, Kartu Sembako, PIP, PBI JKN untuk menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan. Program KUR untuk meningkatkan akses dan pemberdayaan UMKM.

Dalam mendukung agenda pembangunan, belanja negara dilakukan melalui pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak, penurunan kemiskinan ekstrem dan stunting, pemberian dukungan kualitas pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan, serta dukungan proyek strategis nasional dan IKN.

Belanja negara yang telah terealisasi, sebagian memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Di bidang kesehatan, sebesar Rp194,4 T digunakan untuk 96,7 juta orang penerima PBI JKN, 55,4 ribu orang ibu hamil KEK mendapat makanan tambahan, 100 ribu balita mendapat makanan tambahan, 8,1 juta keluarga mendapat fasilitas dan pembinaan, jaminan kesehatan bagi 4,6 juta ASN/TNI/Polri/penerima pensiun/veteran, dan pendanaan operasional untuk 10.072 puskesmas.

Di bidang pendidikan, sebesar Rp550,4 T digunakan untuk 21,1 juta siswa penerima PIP, 1,1 juta mahasiswa penerima KIP Kuliah, 1,6 juta guru penerima tunjangan profesi guru, 310 unit pembangunan madrasah dan sekolah keagamaan, 53,2 juta siswa penerima BOS, dan 58.597 mahasiswa beasiswa LPDP.

Di perlindungan sosial, sebesar Rp455,9 T antara lain digunakan untuk PKH lansia 4,2 juta orang, PKH disabilitas 353,1 ribu orang, PKH anak sekolah 7 juta anak, atensi anak 333 ribu orang, atensi korban bencana 11 ribu orang, penanganan bencana alam dan non alam 684 ribu orang, subsisi LPG 3 kg bagi 8,3 juta MT, subsidi listrik bagi 41,5 juta pelanggan, subsidi bunga Kur untuk 4,9 juta debitur, dan subsidi BBM bagi 18,5 juta KL.

Selain itu, belanja negara juga digunakan untuk penguatan transfer ke daerah untuk mendorong kualitas pelayanan publik, pengurangan kesenjangan antar pusat daerah, serta peningkatan kemandirian daerah.

“Ini melalui transfer ke daerah kita dan kita terus menguatkan kualitas belanja negara. Efisiensi terus kita cari. Fokus untuk program prioritas terus kita identifikasi. Dan sinergi antara belanja pusat dan belanja daerah terus kita pertajam. Dan kebijakan belanja tersebut telah berkontribusi kepada peningkatan kesejahteraan yang kita lihat tadi. Penurunan kemiskinan, penurunan kemiskinan ekstrim, pengangguran yang turun, serta kesenjangan yang juga makin mengecil,” ujar Suahasil.