Dewan Asuransi Indonesia Rayakan Hari Asuransi Nasional dengan Kegiatan Literasi

: Foto: Ismadi Amrin/InfoPublik


Oleh Isma, Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:56 WIB - Redaktur: Untung S - 383


Jakarta, InfoPublik – Dewan Asuransi Indonesia (DAI) menggelar serangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Asuransi Nasional yang jatuh pada setiap tanggal 18 Oktober. Tahun ini menandai perayaan Hari Asuransi yang ke-18.

Peringatan Hari Asuransi yang diselenggarakan di bawah naungan DAI berfokus pada kegiatan yang berhubungan dengan literasi asuransi di Indonesia. Dengan momentum ini, DAI terus menunjukkan konsistensinya dalam memperluas jangkauan literasi untuk merefleksikan peran penting asuransi bagi masyarakat Indonesia.

Ketua DAI, Yulius Bhayangkara, menjelaskan bahwa peringatan Hari Asuransi bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi merupakan momentum bagi semua pihak untuk merefleksikan peran penting asuransi dalam kehidupan masyarakat.

"Saya optimis jika kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi semakin tinggi, perekonomian kita akan semakin kuat, karena perlindungan asuransi mampu memberikan rasa aman dan stabilitas bagi individu, keluarga, maupun pelaku usaha,” jelas Yulius pada acara Konferensi Pers Hari Asuransi 2024 di Auditorium Perpusnas RI, Jakarta, pada Jumat (18/10/2024).

Mengacu pada hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2 Agustus 2024, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia tercatat sebesar 65,43 persen, meningkat dibandingkan tahun 2022 yang hanya 49,68 persen.

Sementara itu, indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 72,02 persen, turun dari 85,10 persen pada tahun 2022, menunjukkan tantangan untuk terus meningkatkan inklusi, khususnya di sektor industri perasuransian.

Pendapatan premi asuransi meningkat menjadi Rp376,9 triliun (Agustus 2024) dari Rp360,6 triliun (Agustus 2023). Di sisi lain, Rasio Solvabilitas (RBC) industri asuransi masih memenuhi ketentuan minimal 120%. RBC industri asuransi umum terjaga di 325,62% pada April 2024, sementara industri asuransi jiwa di 431,43% pada Juni 2024.

Berdasarkan statistik OJK, jumlah klaim per Agustus 2024 meningkat menjadi Rp300,3 triliun, naik dari Rp280,5 triliun pada Agustus 2023. Hal ini menunjukkan tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan yang memberikan jaminan perlindungan.

Dalam rangka mendukung peningkatan literasi dan inklusi, Panitia Hari Asuransi 2024 menyelenggarakan serangkaian kegiatan literasi dan promosi kepada masyarakat, melibatkan perusahaan asuransi, institusi terkait, serta kerja sama dengan asosiasi perasuransian di Indonesia.

Rangkaian kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya asuransi. Kinerja industri asuransi secara agregat menunjukkan bahwa pendapatan premi pada periode Agustus 2024 meningkat dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.

Pelaksanaan Hari Asuransi tahun ini diamanatkan kepada Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), dengan Ronny Iskandar sebagai Ketua Panitia Hari Asuransi 2024.

Ronny menjelaskan bahwa tema tahun ini, “Literasi Asuransi untuk Negeri,” dengan tagline “Pahami-Miliki-Lindungi,” bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih terlindungi dan sadar akan pentingnya asuransi serta siap menghadapi risiko.

"Sementara makna Miliki adalah kami ingin masyarakat mulai membuka diri untuk memiliki produk asuransi sesuai dengan kebutuhannya. Makna Lindungi: kami harap masyarakat dapat fokus pada perlindungan oleh asuransi untuk menciptakan keamanan finansial yang lebih baik," kata Ronny.

Kegiatan literasi ini berkolaborasi dengan PT Permodalan Nasional Madani dan beberapa universitas, dengan harapan dapat meningkatkan inklusi asuransi di masyarakat, khususnya di sektor UMKM dan di kalangan mahasiswa.

“Dengan rangkaian kegiatan literasi di 17 daerah ini, kami berharap kepercayaan masyarakat tumbuh dan bahwa edukasi serta literasi keuangan, khususnya asuransi, dapat dipahami dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, masyarakat akan menyadari bahwa perencanaan keuangan diperlukan dengan tetap memperhatikan Pilar Perlindungan, yang memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan di masa depan, menjadikan asuransi salah satu pilar terpenting perekonomian di Indonesia,” imbuhnya.

Tantangan Struktural Sektor Perasuransian

Pada kesempatan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menjelaskan adanya tiga tantangan struktural di sektor perasuransian.

Tantangan pertama adalah dari perspektif konsumen. Salah satunya adalah rendahnya literasi dan inklusi terkait produk dan layanan sektor PPDP.

"Masalah literasi menjadi pekerjaan rumah yang penting karena masih banyak masyarakat yang belum paham mengenai asuransi. Apakah itu produk untuk kebutuhan atau kewajiban?" kata Ogi.

Ia juga menyoroti masih adanya pengaduan dan kasus di sektor PPDP, termasuk gugatan dan kasus hukum yang menggerus tingkat kepercayaan masyarakat. Beberapa perusahaan asuransi juga mengalami pencabutan izin usaha karena kondisi tidak sehat, sementara yang lain menjalankan skema restrukturisasi, seperti Jiwasraya dan AJB Bumiputra.

Tantangan kedua datang dari kompleksitas produk di sektor PPDP yang sangat beragam dan sering kali sulit dipahami oleh masyarakat.

Ogi menjelaskan bahwa ada masyarakat yang tidak menyadari bahwa produk asuransi, seperti unit link, memiliki porsi untuk investasi. Risiko dari produk tersebut adalah tanggung jawab pemegang polis, bukan perusahaan asuransi.

"Tidak seperti program asuransi lainnya yang perusahaan asuransi berjanji memberikan return tertentu. Untuk unit link, penurunan risiko investasi menjadi tanggung jawab pemegang polis. Pertanyaannya, apakah pemegang polis yang membeli produk unit link paham? Apakah mereka didorong oleh agen asuransi untuk membeli produk itu? Nah, ini yang tidak baik," tuturnya.

Tantangan ketiga berasal dari perspektif industri. Ogi menyampaikan tantangan yang dihadapi, seperti rendahnya penetrasi dan densitas di sektor PPDP, tantangan kebijakan peningkatan permodalan untuk konsolidasi dan penguatan industri, serta kebutuhan tenaga ahli di bidang aktuaria, investasi, dan TI. Digitalisasi kegiatan usaha PPDP juga belum optimal untuk meningkatkan akses konsumen, dan perlunya penguatan ekosistem sektor PPDP, termasuk keberadaan penjaminan ulang dan Program Penjaminan Polis.

Ogi menyatakan bahwa industri asuransi tidak terlepas dari era digitalisasi. Oleh karena itu, perusahaan asuransi harus memiliki layanan digital agar dapat bersaing dengan perusahaan teknologi yang ingin masuk ke dalam industri asuransi.

"Kalau tidak siap, akan terjadi persaingan yang memengaruhi kelanjutan bisnis di asuransi," ungkapnya.

Ia juga menjelaskan perlunya penguatan ekosistem perusahaan asuransi, mulai dari pialang, aktuaria, hingga perusahaan reasuransi. Ia menyoroti bahwa kapasitas dan kompetensi reasuransi di Indonesia masih rendah, sehingga banyak perusahaan reasuransi di Indonesia bergantung pada perusahaan reasuransi luar negeri.

"Oleh karena itu, banyak penutupan reasuransi di Indonesia dilakukan oleh perusahaan reasuransi luar negeri. Sebab, tidak ada perusahaan reasuransi di Indonesia yang mampu secara kapasitas dan kompetensi untuk menyerap risiko dari perusahaan asuransi. Ini juga menjadi bagian dari pekerjaan rumah," katanya.

Tantangan dari perspektif OJK mencakup alokasi sumber daya pengawasan secara efektif dan efisien, serta dukungan infrastruktur yang memadai. Implementasi UU P2SK, kesesuaian kerangka pengaturan dan pengawasan dengan standar internasional (penerapan PSAK 117), serta dukungan dari stakeholder di luar OJK (Kementerian/Lembaga terkait) juga perlu diperhatikan.

Ogi menegaskan bahwa penerapan PSAK 117 mengenai kontrak asuransi akan berdampak signifikan terhadap industri asuransi dengan membuatnya lebih sehat, karena penerapannya akan mencakup dari penerimaan premi hingga pencadangan teknis. Ini akan mengubah perilaku industri perasuransian.

"Oleh karena itu, kami membutuhkan dukungan dari stakeholders di luar OJK. Ekosistem industri asuransi melibatkan banyak pihak, dan kolaborasi sangat penting," tutupnya.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Kamis, 14 November 2024 | 18:14 WIB
Kemenkomdigi dan OJK Perkuat Kolaborasi Blokir Rekening Terkait Judi Online
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Kamis, 14 November 2024 | 10:29 WIB
Kemendag Raih Penghargaan Manajemen ASN 2024 Kategori Pengelolaan Disiplin
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Kamis, 14 November 2024 | 10:23 WIB
Wamendag Serukan Edukasi Pangan Lokal dan Kolaborasi UMKM untuk Ekspor
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 12 November 2024 | 11:27 WIB
Pj Teguh Tekankan Pengembangan Kawasan Industri dan Transportasi di Jakarta
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 12 November 2024 | 11:25 WIB
Raperda APBD DKI 2025 Fokus pada Hunian Layak dan Penanganan Banjir
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Selasa, 12 November 2024 | 10:52 WIB
Menteri PKP akan Bangun Rusun Ramah Lingkungan di Johar Baru, Tanpa Bebani APBN
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 11 November 2024 | 20:25 WIB
Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi Komitmen Sukseskan Pilkada 2024
  • Oleh Isma
  • Sabtu, 9 November 2024 | 09:57 WIB
OJK dan OECD Tingkatkan Kemitraan untuk Edukasi Keuangan Global